Wednesday, 26 March 2014

Malfuudzaat 41


Pada suatu ketika beliau berkata, “Maulana! Ilmu dan Dzikir sangat penting di dalam tabligh. Tanpa Ilmu, tidak akan dapat beramal dan tidak mengenal amalan. Tanpa Dzikir, ilmu adalah Zhulumat yang sangat gelap. Karkun-karkun kita sangat kurang perkara ini.”Saya berkata, “Tabligh juga adalah fardhu yang sangat penting maka kesibukan dalam tabligh menyebabkan mereka kurang dalam Dzikir adalah wajar. Begitu juga Hadrat Sayyid Ahmad Berelwy rah. ketika dalam persiapan Jihad, beliau menangguhkan Dzikir para muridnya dan sibuk berlatih menembak, menunggang kuda, dan lain-lain. Lalu ada yang mengadu bahwa mereka tidak merasa nur Dzikir seperti dulu. Sayyid Ahmad rah. berkata, “Benar, nur Dzikir tidak ada lagi tetapi nur Jihad ada dan inilah yang paling utama sekarang.”

Maulana Ilyas rah. berkata, “Namun saya merasa sedih karena kelemahan kita dalam ilmu dan Dzikir lantaran ahli ilmu dan ahli dzikir belum mengambil kerja ini. Seandainya mereka ikuti kerja ini maka kekurangan ini dapat diimbangi. Sayang hingga kini, sangat sedikit ahli ilmu dan ahli dzikir yang mengikuti  kerja ini.

Malfuudzaat 42


Di dalam surat Maulana Sayyid Hasan Ali Nadwi, beliau menulis bahwa orang Islam hanya terbagi kepada dua golongan saja, tidak ada yang ketiga. Menjadi orang yang keluar di jalan Allah (Muhajir) atau yang membantu orang yang sedang keluar di jalan Allah (Anshar).Maulana Ilyas rah. berkata, “Beliau sudah faham.” Tambah beliau, “Menyediakan orang untuk keluar juga termasuk membantu orang yang sedang keluar. Beritahu mereka bahwa jika kamu keluar karena ulama fulan yang mengajar Bukhari dan Al Quran tidak dapat keluar, maka kamu juga akan mendapat pahala mengajarnya. Oleh karena itu sangat penting ada niat begini dan tunjukkan mereka cara-cara untuk mendapat pahala.”


Malfuudzaat 43

Pada suatu ketika beliau berkata, “Maulana! Kesimpulan kerja kita ini agar kaum Muslimin yang awam dapat mengambil manfaat agama dari alim ulama mereka, kemudian menyampaikannya kepada orang-orang yang masih kekurangan (lebih rendah) dari mereka. Namun mereka harus menganggap orang yang kurang dari mereka itu telah berbuat kebaikan kepadanya, karena sebanyak mana kita menyampaikan kalimah tauhid, maka sebanyak itu pula kalimah tersebut akan semakin sempurna dan semakin bercahaya pada diri kita. Dan sebanyak kita menyediakan orang untuk shalat, maka sebanyak itu pula shalat kita akan semakin sempurna.”


ULASAN KAMI:

Satu ucapan yang sangat janggal dan pelik dari kacamata syariat.Manfaat agama datang dari ilmu yang dipelajari dengan cara menadah kitab di hadapan guru.Ilmu yang paling penting dan asas ialah ilmu tauhid.mempelajarinya bukan secara sambil lewa sambil 'berjalan-jalan makan angin' seperti khurujnya jemaah tabligh.Ia mesti dipelajari seperti mana yang telah di contohkan oleh para ulama muktabar dahulu yang berguru dengan puluhan ulama besar yang lain.

Mereka berjaulah@musafir dengan tujuan menuntut ilmu bukan angkut periuk belanga dan bermalam di masjid dengan hanya bersolat sahaja.Sebaliknya jemaah tabligh mereka TIDAK membawa kitab tauhid atau fiqah lalu berjaulah untuk mencari guru tetapi yang mereka cari ialah orang yang jahil lalu mengisytiharkan mereka telah belajar agama sambil berdakwah.SANGATLAH MELUCUKAN..

Malfuudzaat 44

Beliau berkata, “Tersebut di dalam Hadits :

Man Laa Yarham Laa Yurham. Irhamuu man fiil Ardhi yarhamukum man fiis samaa
“Barangsiapa tidak menyayangi, tidak akan disayangi. sayangilah olehmu penduduk bumi, niscaya kamu akan disayangi oleh penduduk langit.”

Malangnya manusia memperuntukkan hadits ini kepada si miskin saja. Mereka kasihan terhadap orang yang kelaparan, dahaga dan tidak berpakaian. Tetapi mereka tidak mengasihi orang Islam yang jauh dari agama, seolah-olah kerugian dunia adalah kerugian yang sesungguhnya dan kerugian agama bukan merupakan kerugian. Maka bagaimana ahli langit akan sayang kepada kita, jika kita tidak kasihan kepada saudara-saudara Muslim kita yang jauh dari agama?”

Kata beliau selanjutnya, “Asas kerja tabligh kita adalah kasih sayang. Oleh karena itu, kerja ini harus dibuat dengan lemah lembut dan kasih sayang. Jika seorang dai, bertabligh dengan kasih sayang dan kerisauan atas kemunduran agama kaum muslimin maka sesungguhnya kita akan mendapat kesan baik dalam menunaikan kewajiban ini. Tetapi, jika dibuat dengan tujuan dan cara lain maka akan berlaku sombong, takabbur, dan ujub, yang tidak mendatangkan faidah apa-apa.

Maka mereka yang ingat hadits ini di dalam bertabligh, ia akan mencapai ikhlash dan mencari aib sendiri dan jika terlihat aib orang lain, ia akan lihat Islam yang ada dalam diri orang itu. maka orang seperti ini akan mendapat kebaikan  dan manfaat. Ini juga satu keistimewaan kerja tabligh, yang mengutamakan ishlah atas diri sendiri.”


ULASAN KAMI:

Sekali lagi pengasas tabligh ini menafsirkan hadith tidak berdasarkan manhaj ulama muhadithin yang telah mensyarahkan hadith tersebut dengan tafsiran yang berdasarkan ayat-ayat al quran dan hadith yang selainnya.Sebaliknya pengasas tabligh ini lebih hendak membenarkan kerja buat jemaah yang ditubuhnya dengan menafsirkan hadith mengikut akal semata..Nauzubillahi min zalik..

Malfuudzaat 45

Beliau berkata, “Maulana tafaqqud (memilih yang lebih utama) perintah Allah adalah wajib. Senantiasa tafaqqud dalam segala hal. Misalnya, sebelum melakukan sesuatu kerja hendaknya berfikir mengenai dua perkara:

1.              Perhatikan terhadap kerja yang akan dibuat.
2.              Perhatikan kerja lain yang ditangguhkan karena kerja ini.

Fikirkan baik-baik di antara kerja tersebut, jangan terjadi kerja yang ditangguhkan itu lebih penting
dari kerja yang sedang dibuat. Tanpa tafaqqud, maka perkara itu tidak dapat dilaksanakan.

Malfuudzaat 46

Suatu hari beliau berkata, “Sebelum shalat sebaiknya luangkan masa untuk muraqabah mengenai shalat. Shalat tanpa Intidhar (menunggu waktu shalat) adalah bisikan-bisikan saja. Maka hendaklah berfikir mengenai shalat sebelum mendirikan shalat.”

Allahumma inni as’aluka tamaamal wudhuu’i wa tamaamash shalati wa tamaama ridhwanika. Amiin.

Malfuudzaat 47

Beliau berkata, “Ahli tabligh harus berusaha melapangkan hai mereka. Ini akan terwujud dengan cara melihat luasnya rahmat Allah. Kemuadian perhatikan tarbiyahnya.”


Malfuudzaat 48

Beliau berkata, “Pada zaman permulaan Islam Rasulullah pergi menjumpai manusia untuk menyampaikan dakwah di rumah dan majelis-majelis mereka, walaupun mereka tidak ada minat terhadap agama. Baginda tidak tunggu mereka ada minat untuk dengar. Kadang-kadang baginda mengarahkan para shahabatnya dengan berkata, “Pergilah ke tempat itu dan sampaikan dakwah.”Pada zaman ini juga keadaan agama amat lemah maka kita juga harus menjumpai manusia yang tidak ada minat terhadap agama. Sampaikan agama ini di majelis-majelis mulhid dan fasiq untuk meninggikan kalimah haq.” (kemudian beliau terasa mulutnya kering, lalu berkata), “Maulana, kamu datang terlambat, kini saya tidak dapat berbicara lagi. Fikirkanlah apa yang telah saya sampaikan.”


Malfuudzaat 49


Beliau berkata, “Pada permulaan saya mengajar Dzikir selepas shalat, dengan membaca tasbih Fatimah dan Kalimah. Serta shalawat dan istighfar 100 kali pagi dan 100 kali petang, tilawat Al Quran serta memperbaiki bacaannya. Mengenai shalat nafil saya tekankan shalat tahajjud dan pergi kepada ahli dzikir."

Ilmu tanpa dzikir adalah kegelapan dan dzikir tanpa ilmu adalah pintu kepada banyak fitnah.”



Monday, 10 February 2014

Membedah Pemikiran Maulana Ilyas :Bhg 2

Pada setiap hari setelah shalat Subuh, Maulana Ilyas rah. Memberi targhib mengenai khidmat dan nusrah usaha agama. Beliau berkata, “Lihatlah, anda semua tahu dan percaya bahwa Allah itu ada dan senantiasa hadir pada setiap saat, justru apakah patut seorang hamba berpaling dari Allah dan sibuk di dalam hal-hal lain? Ini adalah kerugian yang amat besar dan melalaikan kerja agama menyebabkan Allah murka. Sibuk dengan urusan dunia, tidak menghiraukan perintah-Nya adalah sebenarnya menjauhi dan memutuskan hubungan dengan Allah.
Adalah dikehendaki manusia sibuk dengan nusrah kerja agama di samping mentaati perintah-Nya. Senantiasa utamakan perkara yang lebih penting dengan berpandukan kehidupan Rasulullah saw yang merupakan Uswatun Hasanah. Baginda adalah yang paling banyak menanggung kesusahan karena menyebarkan Kalimah Allah dan menyediakan manusia beribadat kepada Allah. Inilah kerja yang paling penting dan unggul dan sibuk dalam kerja ini adalah penghambaan yang sebenarnya.


ULASAN KAMI:

Perbuatan beliau TIDAK mengikut (menyimpang)  dengan sunnah Nabi saw.Dalilnya :


Dari Anas bin Malik Radhiallaahu anhu ia berkata: Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam pernah bersabda: 
"Barang siapa yang ikut shalat fajar berjamaah di masjid, lalu duduk berdzikir mengingat Allah Subhannahu wa Ta'ala sampai matahari terbit, kemudian mengerjakan shalat dua rakaat, maka baginya pahala bagaikan orang yang menunaikan ibadah haji dan umrah dengan sempurna, sempurna dan sempurna." (HR. At-Tirmidzi)  

Duduk berzikir setelah subuh hingga matahari terbit adalah sunnah. Dari Abu Umamah Ra dikatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda “ Barangsiapa yang shalat subuh berjamaah kemudian duduk berzikir kepada Allah sampai terbitnya matahari, kemudian berdiri dan shalat 2 rakaat, maka ia akan memperoleh pahala haji dan umrah”Waktu ba’da subuh hingga matahari terbit adalah waktu yang penuh barakah yang seharusnya benar-benar dipelihara oleh setiap mukmin. Peliharalah waktu itu dengan mengisinya melalui tilawatul Qur’an 1 juz dalam satu hari, berzikir atau menghafal. Inilah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW selesai menunaikan shalat subuh, bahwa Baginda selalu duduk ditempat solatnya hingga matahari terbit”. ( HR. Muslim )

Malfuudzaat 22
Beliau berkata dalam suatu perhimpunan, “Hari ini manusia telah menjadikan perhambaan kepada Allah lebih rendah dari perhambaan mereka kepada pekerjaan dan manusia. Umumnya tujuan hidup mereka adalah perhambaan kepada pekerjaan dan manusia, hingga makan dan minum pun hanya apa-apa yang mereka sempat. Tetapi kepada Allah, mereka tidak buat seperti ini. Setelah selesai pekerjaan dan perkara kesukaannya barulah ia meluangkan waktu untuk Allah seperti shalat atau sedekah dan menganggap sudah cukup menunaikan kehendak Allah.
Hak perhambaan kepada Allah sebenarnya ialah apabila usaha agama dijadikan maksud hidup kita. Makan minum dan pekerjaan adalah keperluan untuk menyempurnakan tujuan atau maksud hidup. Sedikit masa terpaksa untuknya. Bukanlah semua manusia harus tinggalkan pekerjaan mereka tetapi dalam semua pekerjaan mereka harus pentingkan perhambaan diri kepada Allah, khidmat dan nusrah usaha agama. Makan dan minum sekedar keperluan saja sebagaimana seorang hamba pentingkan kerja tuannya bukan makan minumnya.

Suatu hari setelah shalat Maulana Ilyas rah. Telah berdoa:
Allahummanshur man nashara diina Muhammad wa khdzul man khadzala diina Muhammad.
(Ya Allah, bantulah mereka yang membantu agama Muhammad saw dan janganlah bantu mereka yang tidak membantu agama Muhammad saw).
Sewaktu doa itu Maulana juga telah menyebut dengan kuat, “Allahumma laa taj’alnaa minhum 3 kali” (Ya Allah janganlah jadikan kami seperti mereka).
Kemudian Beliau berkata kepada hadirin, “Saudara sekalian, fikirkanlah kepentingan doa ini. Doa ini tersirat ancaman apabila dimohon oleh Para Khawas pada sepanjang zaman. Ia mengandungi rahmat dan pertolongan bagi mereka yang membantu dan berjuang untuk agama Allah dan sebaliknya ia adalah ancaman bagi mereka yang tidak membantu agama-Nya.”
Ya Allah tinggalkan mereka dari rahmat dan bantuan Mu
Sekarang periksalah kesan doa ini atas setiap diri kita. Adakah kita menerima kebaikan atau keburukan. Ketahuilah bahwa shalat dan puasa walaupun merupakan ibadah yang utama tetapi bukan usaha yang membantu agama. Membantu agama adalah apa yang dinyatakan dalam Al Quran dan Al Hadits dan cara yang diterima ialah cara asal Nabi Muhammad saw. Pada zaman ini usaha untuk menghidupkan kembali kerja tersebut adalah sangat besar sekali. Semoga Allah karuniakan taufiq-Nya kepada kita semua.”

ULASAN KAMI:

Rasul saw tidak pernah mendoakan sahabatnya atau orang mukmin dengan doa seperti yang dibaca oleh maulana Ilyas kecuali kepada orang musyrik dan munafik sahaja.Sebaliknya Maulana Ilyas doa (tak baiknya) itu dituju kepada muslim yang hanya tak buat kerja dakwah ala tabligh atau dengan lain perkataan tak jadi karkun.

Pada suatu perhimpunan beliau berkata, “Tujuan asal usaha kita adalah untuk mengajar umat ini seluruh cara hidup Rasulullah.
Jami’u maa Jaa a bihi anNabi
Yaitu mengajar dan mengamalkan ilmu tersebut kepada umat ini. Inilah tujuan asal kerja kita. Mengeluarkan jamaah dan gasyt hanyalah permulaan tujuan kita. Menyeru kepada La ilaha illa Allah, shalat, serta taklim adalah Alif Ba Ta usaha ini. Jamaah yang ada sekarang ini belum berdaya membuat semuanya itu.
Jamaah kami hanya dihantar ke merata tempat untuk menyadarkan yang lalai agar bertawajjuh kepada usaha agama serta menghubungkan mereka dengan ahli agama dan mengeluarkan jamaah dari tempat-tempat itu. Dan mendorong golongan yang ada fikir agama di tempat itu agar turut mengishlah orang awam. Di setiap tempat, kerja asal akan dibuat oleh karkun-karkun tempatan dan orang awam akan mendapat faedah yang banyak apabila ahli agama di tempat mereka sama-sama bekerja. Caranya harus dipelajari dari orang-orang lama yang berpengalaman dan telah banyak memberi masa untuk memahami kerja ini.”


ULASAN KAMI:

Satu penyataan yang mengandungi satu maksud yang tersembunyi.Perhatikan ayat "Menyeru kepada La ilaha illa Allah, shalat, serta taklim adalah Alif Ba Ta usaha ini. Jamaah yang ada sekarang ini belum berdaya membuat semuanya itu.

Tak ramai orang mahu memikirkan maksud sebenar ayat tersebut.Hasil tulisan para ulama India yang mengkaji tulisan-tulisan ulama deobandi aka Tabligh menyatakan bahawa ayat mengadungi maksud bahawa TUJUAN UTAMA jemaah tabligh ialah untuk membuat pembaharuan dalam masalah thariqat dan `aqidah dengan menyatukan seluruh manusia di bawah fahamnya. Pemahaman seperti ini juga didukung oleh buku mereka yang bernama Makaatib Muhammad Ilyas, yang menjelaskan bahwa menurut guru mereka Muhammad Ilyas, Jama`ah Tabligh bertujuan menyatukan syari`at, thariqat, dan haqiqat di bawah payung yang sempurna ( hal. :66 ) 
Dalam perhimpunan beliau berkata, “Orang-orang lama hendaklah ungat bahwa apabila dakwahnya tidak diterima atau ia dimaki atau difitnah maka jangan berputus asa atau merasa kecewa. Itulah sunnah dan pusaka istimewa para Nabi, khususnya Rasulullah saw. Tidak semua orang berpeluang dihina di jalan Allah. Sebaliknya apabila diberi sambutan dan dimuliakan, bayannya didengar dengan penuh minat, maka hendaklah dipahami bahwa itu adalah semata-mata karunia Allah dan janganlah meringankan hal ini. Khidmat serta taklim kepada orang yang ada thalab (gairah) hendaklah disyukuri secara terbaik karena ihsan Allah walaupun mereka itu dari golongan yang paling rendah. Inilah ajaran yang terdapat dalam ayat Abasa (80) : 1-2.
Ya! Kita hendaklah senantiasa merasa takut akan tipu daya nafsu kita. Nafsu membisikan bahwa penerimaan mereka itu karena kehebatan kita, sehingga kita terperangkap ke dalam fitnah yang sangat besar, berlagak guru tasawuf palsu. Maka lebih berhati-hatilah dari fitnah ini.”
Dalam setiap perhimpunan beliau berkata, “Pahamkanlah kepada semuakarkun, bahwa janganlah meminta musibah dan kesusahan dari Allah. Tetapi apabila mendapat musibah di jalan Allah, maka pahamilah hal ini adalah suatu Rahmat dan Asbab kifarah dosa-dosa kita dan diangkatnya derajat kita. Segala musibah dan kesusahan di jalan Allah merupakan makanan istimewa para Nabi, Shiddiqiin, dan Muqarrabiin.”
Pada suatu jamaah beliau berkata, “Semasa memberi dakwah dan bertabligh, hati kita mestilah tawajjuh hanya kepada Allah bukan kepada orang yang sedang kita temui. Waktu itu, hati kita hendaklah merasa bahwa kita bukannya menjalankan kerja pribadi malah sedang keluar untuk menjalankan perintah Allah. Hati orang yang kita temui juga berada dalam Qudrat Allah. Dengan pikiran seperti ini, Insya Allah, tidak akan timbul perasaan marah dan putus asa apabila terjadi salah paham.”
Beliau berkata, “Satu pemahaman yang salah ialah kita menyangka berhasil apabila ada orang yang mengikuti dakwah kita. Dan apabila tidak ada orang ikut maka kita menganggap usaha kita gagal. Pendapat ini salah sama sekali. Orang ikut atau tidak, itu adalah amalan mereka sendiri. Bagaimana kita boleh merasa berhasil atau gagal atau amalan orang lain? Keberhasilan kita ialah apabila kita dapat buat kerja dakwah ini dengan sempurna.
Apabila orang lain tidak mau mengikuti kita, maka itu adalah kerugian bagi dirinya sendiri. Mengapa kita merasa gagal sebab mereka tidak ikut? Manusia lupa bahwa memaksa orang lain bukanlah kerja dan tanggung jawab kita (ia adalah hak Allah). Tugas kita hanya menyampai dengan cara yang baik. Para Nabi pun tidak diberi tugas untuk memaksa orang lain.
Ya, periksalah sebabnya mengapa orang tidak mau ikut. Mungkin karena kelemahan kita atau kita tidak menunaikan hak usaha ini dengan sempurna maka Allah mendzahirkan akibatnya. Setelah itu, berazam untuk memperbaiki mutu kerja dan berdoa kepada Allah memohon taufiq agar dapat membuat usaha dengan sungguh-sungguh.
Beliau berkata, “Karkun lama pergi kemana pun harus berusaha menziarahi alim ulama yang hak dan orang-orang shalih untuk mendapat manfaat rohani bukannya langsung memberi dakwah kepada mereka. Mereka memang telah sibuk dalam urusan agama dan sudah tentu lebih faham dan berpengalaman tentang agama. Kamu tidak akan dapat memahamkan mereka bahwa usaha ini lebih penting dan lebih berfaidah dari usaha lain. Mungkin mereka tidak akan setuju atau tidak akan menerima perkataan anda. Dan apabila mereka telah berkata ‘TIDAK’ maka akan sangat sulit untuk diubah menjadi ‘YA’.
Kemungkinan juga, orang awam yang mengikutinya, tidak akan mau mendengar dakwah kita. Dan kesannya mungkin akan menimbulkan syak pada diri anda. Maka niat menziarahi alim ulama hanya untuk mengambil faidah rohani saja. Walau bagaimanapun, berusahalah di sekitar tempat ulama tersebut dengan menjaga tertib dan usul dakwah. Kesan baik usaha ini diharap akan sampai kepada mereka dan menjadi tarikan untuk mereka menerima kerja ini. Kemudian setelah mereka menyukai anda dan kerja ini, maka mintalah mereka mengawasi kerja ini. Kemudian dengan adab dan sopan santun berilah penerangan mengenai kerja ini.”

ULASAN KAMI:

Ayat ini "Kemudian dengan adab dan sopan santun berilah penerangan mengenai kerja ini.” menguatkan lagi bukti bahawa method dakwah jemaah tabligh BUKAN dari sunnah Rasulullah dan para sahabat sebab MUSTAHIL ulama yang merupakan pewaris para nabi yang memperolehi ilmu syariat secara bersanad (bersambung) hingga sampai kepada Rasulullah saw boleh tidak tahu kaedah dakwah Nabi sehingga perlu diajar oleh orang jahil dan tidak berilmu...???

Malfuudzaat 30


Dalam satu perhimpunan beliau berkata, “Di antara tertib dakwah ialah dalam dakwah umumi ucapan boleh dengan nada tegas dan dalam dakwah khususisebaiknya dengan nada lemah lembut. Namun apabila khususi itu untuk ishlahboleh juga digunakan ucapan-ucapan yang keras. Rasulullah saw pun apabila orang-orang tertentu melakukan kesalahan maka beliau menegurnya dengan amaran.
Dalam satu majelis beliau berkata, “Sudah menjadi kebiasaan kita merasa gembira dengan kata-kata yang menyuruh berbuat kebaikan dan kita menganggap kata-kata itu sebagai perbuatan baik. Tinggalkanlah kebiasaan itu dan buatlah kerja, sebagaimana tersebut:
“Hai kamu yang biasa bersuka ria dengan nasihat-nasihat baik
Tinggalkanlah nasihat-nasihat itu dan gantilah dengan amal-amal baik”
Dalam satu perhimpunan beliau berkata, “Masa adalah seperti kereta api yang sedang bergerak. Jam, menit, dan detik adalah seperti gerbong-gerbong dan kesibukan kita adalah seperti penumpang-penumpang. Saat ini kesibukan duniawi yang hina sudah memenuhi semua gerbong sehingga tidak bisa masuk lagi kesibukan akhirat yang mulia untuk masuk ke dalam gerbong. Tugas kita sekarang adalah berangsur-angsur menyingkirkan kesibukan-kesibukan yang hina dan rendah itu lalu menjemput kesibukan-kesibukan yang mulia dan agung, yang dirhidai Allah dan bergerak menuju kejayaan dunia dan akhirat.”
Dalam suatu majelis beliau berkata, “Berapa banyak pun amal baik yang kita perbuat dengan taufik dari Allah, kita hendaklah akhiri setiap amal itu denganistighfar. Maksudnya pada penutup setiap amal, sebaiknya di akhiri denganistighfar sebagai ungkapan masih terdapatnya kekurangan atau kesalahan dalam melaksanakan amalan itu. Segala kesalahan dan kekurangan tersebut selayaknya diikuti dengan istighfar.
Rasulullah saw pun senantiasa beristighfar setelah mengerjakan shalat.. Maka kerja tabligh juga hendaklah diakhiri dengan istighfar karena kita sebagai hamba tentunya tidak dapat menunaikan hak-hak kerja Allah ini dengan sempurna. Dan karena kesibukan dengan kerja ini tentunya banyak hak kerja lain yang tidak dapat kita tunaikan. Maka untuk menggantikan semua kekurangan itu, hendaklah diakhiri dengan istighfar setelah melakukan amalan baik.”
Pada suatu hari, setelah shalat subuh, banyak karkun lama berkumpul untuk khuruj di Masjid Nizamuddin. Mailana Ilyas rah a. sangat lemah dan terbaring karena sakit. Beliau tidak dapat berbicara, maka dengan berbisik kepada khadam khususnya, beliau telah menyampaikan bayan hidayah kepada mereka, “Perjuangan dan usaha kamu ini akan menjadi sia-sia jika tidak dijalin dengan ilmu dan dzikir. Bahkan akan menjadi sesuatu yang sangat mudharat. Jika tidak disertai dua perkara ini, usaha ini akan membuka pintu fitnah dan pintu kegelapan yang baru. Tanpa ILMU, Iman dan Islam hanya sekedar adat dan nama saja. Ilmu tanpa DZIKIR hanyalah Dzulumat (kegelapan). Banyak dzikir tanpa ILMU adalah bahaya.
Nur ILMU akan datang melalui Nur Dzikrullah. Dan Dzikrullah tanpa ILMU, tidak akan mencapai natijah yang hakiki. Bahkan ahli sufi (Dzakiriin) yang jahil dijadikan syaithan sebagai alatnya. Untuk itu ilmu dan dzikir sangat penting untuk menjalankan usaha dakwah ini, tidak diabaikan dan harus diberi perhatian khusus. Jika tidak, kerja tabligh hanyalah satu pengembaraan saja dan kalian akan mengalami kerugian besar. Semoga Allah melindungi kita.”
Maksud nasihat Maulana Ilyas rah a. agar karkun tidak menganggap hanya usaha, susah payah, safar, dan hijrah serta pengorbanan dan berkorban untuk orang lain sebagai kerja yang asal, seperti yang banyak dipahami secara umum sekarang ini. Hendaklah ingat bahwa bersungguh-sungguh menjalankan taklim wa ta’allum dan dzikrullah – menghubungkan diri dengan Allah- harus dijadikan sifat asli dalam diri kita dan kewajiban kita yang terpenting. Dengan kata lain, bukan saja menjadi tentara agama atau mubaligh tetapi juga menjadi penuntut ilmu agama dan hamba yang senantiasa mengingati Allah SWT.
Saat terakhir saya berada di sana pada pertengahan bulan Juni, Maulana Ilyas rah telah mengucapkan sebuah syair,
“Hidupku akan sebentar lagi berakhir, kasih! Marilah kita hidup bersama untuk beberapa hari. Jika kamu dating setelah daku meninggal, kamu akan gagal dan menyesal.”
Saya sangat terkesan mendengar ucapannya sehingga berlinangan air mata tanpa disadari. Kemudian beliau berkata, “Apakah kamu ingat janjimu?” Saya pernah berjanji untuk melapangkan masa dalam tabligh. Saya menjawab, “Ya saya masih ingat, tetapi sekarang cuaca di Delhi sangat panas. Di bulan Ramadhan ada tartil. Saya akan beri masa selepas Ramadhan.” Beliau menjawab, “Kamu sebut mengenai Ramadhan sedangkan bulan Sya’ban pun saya belum tentu ada harapan.”
(Sepuluh hari sebelum bulan Sya’ban, pada waktu subuh 21 Rajab 1363H/1944M. Beliau kembali kepada Khaliqnya)
Saya berkaya, “Baiklah sekarang juga saya memberi masa untuk Tabligh. Janganlah Maulana susah hati”. Mendengar jawaban saya, berseri-seri wajah beliau lalu memeluk leher saya, mencium kening saya dan memeluk saya dengan dadanya sambil berdoa untuk saya. Kemudian beliau berkata, “Kamu telah mendekati saya. Banyak ulama yang ingin memahami maksud saya tetapi dari jauh.” Kemudian beliau menyebut nama seorang ulama besar dan berkata, “Beliau selalu ikuti kerja dakwah ini. Tetapi jika kamu bertanya, maka saya akan menjawab: Dia belum faham apa yang saya inginkan karena dia menghubungi saya melalui wakil. Bagaimana saya boleh memahamkannya jika wakil itu pun tidak faham. Oleh karena itu saya ingin kamu ikut bersama saya beberapa hari supaya kamu dapat memahami keinginan dan maksud saya. Ia tidak dapat difahami dari jauh. Saya tahu kamu telah ambil bagian dalam dakwah ini memberi taqrir di majelis-majelis dan pendengar mendapat banyak faedah darinya, tetapi bukan dakwah seperti itu yang saya kehendaki.”


ULASAN KAMI:

Satu lagi bukti kukuh yang menunjukkan method (kaedah) dakwah jemaah tabligh bukan berdasarkan sunnah Nabi tetapi hasil CIPTAAN yang beliau perolehi dari mimpi.
Dalam suatu mudzakarah beliau berkata, “Sebuah hadits menyatakan Addunya sijnul mu’min wa jannatul kaafir Dunia adalah penjara bagi orang Mukmin dan surga bagi orang kafir”
Maksudnya ialah kita dihantar ke dunia bukan untuk hidup mengikuti kehendak dan keinginan nafsu dan syahwat kita, menjadikan dunia ini surga. Bahkan kita dihantar ke dunia ini untuk melawan hawa nafsu dan mentaati hukum-hukum Allah SWT dimana dunia adalah penjara bagi orang Mukmin. Jika kita hidup mengikuti hawa nafsu seperti orang kafir berarti kita telah menjadikan dunia ini sebagai surga, justru kita telah mengambil hak orang kafir dan dalam keadaan ini nushrah Allah tidak akan bersama orang yang mengambil hak, malah pertolongan Allah akan bersama orang-orang yang diambil haknya.”
Kemudian beliau berkata, “Fikirkanlah perkara ini!”
Beliau berkata, Melihat keberkatan kerja tabligh ini, orang-orang menyangka bahwa kerja sedang berjalan. Padahal, kerja dakwah adalah sesuatu yang lain dan keberkatan adalah sesuatu yang lain pula.
Lihatlah ketika lahir Rasulullah saw, keberkatan telah didzahirkan sedangkan Dakwahnya bermula setelah beberapa tahun kemudian. Maka hendaklah kita fahami. Saya berkata benar bahwa kerja dakwah yang asli belum bermula lagi. Apabila kerja dakwah ini telah bermula maka keadaan muslimin akan kembali seperti keadaannya ketika 700 tahun yang silam. Apabila kerja dakwah yang sebenar tidak bermula maka berlaku keadaan seperti sekarang ini. Ramai orang menganggap bahwa dakwah kita hanyalah seperti pergerakan-pergerakan lain dan ramai karkun yang hilang tujuan. Fitnah yang sepatutnya datang selepas masa beratus tahun, akan datang dalam beberapa tahun. Maka sangat penting perkara ini difikirkan.”
Pada suatu haru, sebelum shalat Jumat, saya telah berkhutbah di Masjid Assembly di Delhi atas kehendak Maulana. Setelah shalat Jumat saya tidak pulang ke Nizamuddin tetapi bermalam di tempat seorang saudara. Esoknya di Nizamuddin saya beri alasan, “Atas permintaan saudara saya, saya terpaksa bermalam di Delhi.” Beliau berkata, “Maulana tidak perlu beri alasan, karkun memang begitu. Jangan bimbang. Ada beri bayan di Masjid Assembly?” Saya jawab, “Ya, ada.” Beliau gembira dan berkata, “Lihatlah, mereka tidak mengundang kita atas alasan tidak ada waktu dan sibuk dengan dunia. Maka kita perlu pergi kepada mereka untuk bertabligh.” Beliau bertanya, “Apakah yang kamu bayankan?” Saya beritahu, “Saya bayan mengenai ayat, Inna fii khalqis samaawaati wal ‘ardhi wakh tilaafil laili wannahaari la ayaati liulil albaab. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pertukaran malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang berakal. (Ali Imran (3) : 190)
Ayat ini menjelaskan bahwa orang yang berakal ialah mereka yang berfikir mengenai alam ini, mengenali serta senantiasa mengingati Sang Penciptanya, bukan mereka yang terperdaya dengan benda di antara bumi dan langit dan tidak mengenali Rabb nya. Kemudian saya terangkan kepentingan dan hakikat dzikrullah, setelah itu kepentingan tabligh. Beliau berkata, “Perkara itu terlalu tinggi, tidak sesuai dengan majlis itu. Bayan kamu itu sesuai dalam majelis di sini. Yang sesuai di sana ialah ayat ini, wal ladziinajtanabuuth thaaquuta aiya’buduuhaa wa anaabuu ilallahi lahumul busyra fabasysyir ‘ibaad.“Dan orang-orang yang menjauhi thaqut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah bagi mereka kabar gembira, maka hendaknya beri kabar gembira kepada hamba-hamba Allah.” (Az Zumar (39) : 17)
Kemudian beliau berkata, “Majelis di situ masih rendah derajatnya dan ucapan yang sesuai disana ialah, Hadahumullah (Semoga Allah memberi hidayah kepada mereka).” Saya menjawab, “Ya, benar. Bila datang lagi saya akan sampaikan ayat ini di sana.”
Dalam suatu majelis beliau berkata, “Maksud asal kerja Tabligh kami ialah memalingkan keyakinan manusia dari thaqut dan kembali kepada Allah. Perkara ini tidak dapat dicapai kecuali dengan pengorbanan. Dalam agama ada pengorbanan diri dan pengorbanan harta. Pengorbanan diri adalah keluar meninggalkan kampung halaman karena Allah untuk menyebarkan kalimah Allah dan agama. Pengorbanan harta ialah menanggung sendiri perbelanjaan sewaktu keluar di jalan Allah. Jika diri sendiri ada halangan untuk keluar maka beri semangat dan galakan kepada orang lain agar keluar bertabligh. Dikatakan bahwa, Addaalu ‘alal khairi kafaa’ilihi Orang yang menunkukkan kepada kebaikan akan mendapat pahala seperti orang yang membuat kebaikan itu.
Sebanyak mana kita usaha agar orang lain keluar bertabligh maka sebanyak itu kita akan mendapat pahalanya. Apabila kita membantu dengan harta maka kita akan mendapat pula pahala pengorbanan harta. Kemudian kita anggaplah orang yang keluar itu telah berbuat kebaikan kepada kita karena ia telah membantu melaksanakan kewajiban kita yang terhalang. Begitulah agama, orang yang tertinggal dan uzur, menganggap orang yang berjuang itu telah berbuat kebaikan kepadanya.”



Monday, 3 February 2014

Membedah Pemikiran Maulana Ilyas :Bhg 1




Sidang pembaca yang dirahmati Allah

Pada posting kami terdahulu ada di kupas kandungan kitab Malfuzat Muhammad Ilyas Kandahlawi yang di susun oleh Maulana Manzur Noomani seorang ulama Deobandi yang tersohor.Kitab tersebut berisi ucapan-ucapan Maulana Ilyas sepanjang beliau menubuhkan Jemaah tabligh sekitar 80 tahun yang lalu.

Cuma dahulu kami hanya beri link kitab berbahasa inggeris tetapi kali ini telah diterjemah sendiri oleh seorang karkun tabligh.Oleh itu kami berterima kasih kepada beliau atas usaha tersebut agar umat islam khususnya di Malaysia dapat mengenal lebih dekat pemikiran Maulana Ilyas yang menjadi ASAS tertubuhnya Jemaah tabligh.

Sebelum ini kita di gembar gemburkan bahawa jemaah tabligh di tubuhkan berdasarkan ijtihad beliau berdasarkan sirah Nabawi dan para sahabat tetapi di dalam kitab ini mendedahkan sebaliknya.Sesuai dengan tajuk posting kali ini, kami akan memberi ulasan pada setiap bab yang bermula dengan bab 1.


Malfuudzat 1

Beliau berkata, Lazimnya, umat nabi-nabi terdahulu apabila jauh dari zaman kenabian, ruh dan hakikat amalan serta ibadah mereka mati lalu berubah menjadi adat dan upacara-upacara saja. Itulah agama yang tinggal. Untuk menghapuskan kesesatan dan adat itu maka para nabi diutus menghidupkan kembali ruh ibadah dan hakikat agama yang tulen sehingga akhirnya diutus baginda Rasulullah saw. Seluruh agama samawi waktu itu berkeadaan demikian, yang tinggal hanyalah beberapa adat yang disangka syariat. Rasulullah saw datang menghapuskan adat-adat itu dan mengajar hakikat agama, hokum, dan akhlak yang sebenarnya.
Umat Muhammad saw kini juga sedang menderita penyakit yang sama, amal ibadah telah menjadi adat saja. Taklim agama yang sepatutnya menjadi asbab untuk ishlah diri telah menjadi adat juga. Karena silsilah nubuwah telah tamat maka kerja nubuwah ditanggungjawabkan kepada para ulama pewaris nabi. Fardhu atas mereka usaha memperbaiki suasana fasad dan sesat ini dengan cara membetulkan niat. Karena suatu amalan menjadi adat jika dilakukan bukan dengan niat karena Allah dan sifat penghambaan. Oleh karena itu membetulkan niat akan menghidupkan ruh amalan hingga tidak lagi disebut sebagai adat malah sebagai hakikat dan penghambaan diri kepada Allah.
Maka dalam setiap amalan hendaknya ada sifat penghambaan dan semangat beribadah kepada-Nya. Oleh karena itu menanamkan niat yang shahih dalam setiap amalan agar menjadi hakikat menjadi tugas dan kewajiban para ulama dan ahli-ahli agama.
Ulasan kami : Satu Tuduhan rambang yang tak bertanggungjawab dari seorang manusia yang kononnya prihatin masalah umat.Bagaimana beliau boleh berkata begitu sedangkan umat islam sebelum tahun 1924,hidup dalam pemerintahan khilafah islam ( Uthmaniyah ) yang subur dengan hukum syariat (Hudud). Jemaah tabligh hanya di tubuhkan 2 tahun selepas itu.
Beliau berkata, “Di dalam Al Quran dan Hadits telah banyak disebut tentang pentingnya Hakikat Agama dan Agama itu ‘YUSRAN (mudah dan ringan). Semakin penting suatu perkara dalam agama maka semakin mudah. Ruh agama itu Tashhiih Niat dan Ikhlash, merupakan bagian terpenting dalam agama yang juga sangat mudah dan menjadi maksud suluk dan thariqat (cara ishlah dalam tashawuf). Bahwa suluk dan thariqat juga sangat mudah.
Perlu diingat bahwa setiap perkara akan menjadi mudah apabila dibuat dengan tertib dan caranya. Dengan cara yang SALAH perkara mudah menjadi sangat susah. Kesalahan manusia ialah tidak menjaga tertib . Padahal apapun perkara dunia ada tertib dan caranya yang perlu di ikut. Sekiranya tidak mengikut tertib maka pasti tidak akan berhasil. Membawa pesawat, kapal laut, kereta api, mobil, hingga memasak roti pun ada tertib dan kaidahnya sendiri.

Beliau mengatakan, “Tujuan khusus thariqat (tashawuf) adalah agar tabiat manusia gemar dengan perintah Allah dan membenci larangan Nya (merasakan kelezatan beribadah dan merasa duka cita jika berbuat maksiat) Inilah tujuan dari thariqat. Yang lain di dalamnya (dzikir, ibadah, riyadhah, tafakkur, sughul, mujahadah, dll) adalah asbab agar segera sampai kepada tujuan. Namun hari ini banyak orang menyangka bahwa asbab itu adalah tujuan thariqat. Padahal kebanyakannya adalah BID’AH. Karena dengan derajat semua cara itu adalah asbab pada tabiat bukan tujuan, maka mengikut kehendak dan keadaan yang berlainan, cara itu harus diperbaiki untuk sampai kepada tujuan. Yang terpenting adalah perkara di dalam syariat karena syariat itu WAJIB diamalkan sepanjang zaman.

ULASAN KAMI:

Satu penafsiran yang meyeleweng dan menyesatkan...Nauzubillahi min zalik.
Penafsiran di atas amat bercanggah dengan penafsiran para ulama ASWJ seperti Syeikh Zainuddin Ibn Ali al-Malibari dalam Nadham Hidayah al-Adhkiya' membuat gambaran tersebut seperti berikut :

"Syariat ibarat perahu, tarekat ibarat lautan, dan hakikat ibara mutiara yang berharga. Siapa yang menginginkan mutiara, maka ia mesti menaiki perahu, kemudian menyelam ke dasar lautan, maka dia akan meraih mutiara tersebut. Demikian juga tarekat dah hakikat, wahai saudaraku, tanpa pengamalan terhadap syariat maka hakikat tersebut tidak akan dapat diperoleh".

Syeikh Nawawi al-Bantani dalam menjelaskan bait di atas mengatakan bahawa tidak ada jalan menuju Allah kecuali dengan melaksanakan tiga unsur yang merupakan satu kesatuan yang tidak boleh di pisah-pisahkan satu daripada lainnya.

Pertama : Syariat; iaitu dengan mengerjakan segala perinta dan menjauhi segala larangan Allah dan Rasul-Nya.
Kedua : Tarekat iaitu meneladani segala perilaku Rasulullah SAW dalam berbagai-bagai keadaan.
Ketiga : Hakikat, iaitu buah yang akan dicapai daripada perjalanan syariat dan tarekat



Beliau berkata, “Derajat WAJIB adalah lebih tinggi daripada SUNNAH. Perlu difahami bahwa sunnah itu untuk menyempurnakan hal wajib yang ada kekurangan. Sunnah adalah penghias dan wajib adalah tujuan. Banyak orang salah faham. Mereka melalaikan yang wajib dan sibuk dengan amalan sunnah. Tuan-tuan telah mengetahui bahwa dakwah ilal khair, amar makruf dan nahi mungkar adalah FARDHU dan kewajiban agama. Berapa banyak orang yang melakukannya? Sedangkan dzikir-dzikir sunnah dan banyak lagi amalan agama yang derajatnya sunnah, sangat banyak orang yang mengerjakannya.”

Beliau berkata, “Ada ahli agama dan ulama yang salah memahami ISTIGHNA (tidak berhajat kepada yang lain selain keredhaan Allah). Mereka menyangka bahwa maksud istighna adalah tidak bertemu dan bergaul dengan orang-orang kaya dan hartawan. Padahal maksud istighna adalah kita pergi jumpai mereka dengan perasaan tidak berhajat kepada harta dan pangkat tapi semata-mata untuk ishlah diri mereka. Bertemu dengan maksud agama dan menyampaikan perkara agama, tidak menyalahi maksud istighna bahkan ini sangat penting. Yang perlu dijaga sewaktu kita bertemu dengan mereka adalah hati kita jangan terkesan serta tidak berhajat kepada dunia dan pangkat mereka.

Beliau berkata, “Apabila seorang hamba ingin berbuat kebaikan, maka syaitan akan menghalanginya dengan berbagai cara dan menyempitkan jalannya serta menimbulkan rintangan. Jika cara ini tidak berhasil maka syaitan akan menggunakan cara merusak niat dan keikhlasan dengan menyuntikan racun Riya’ dan sum’ah dan mencabangkan niatnya agar timbul niat lain. Syaitan selalu berhasil dengan muslihat ini.
Maka ahli agama hendaklah berhati-hati atas tipu daya ini dan senantiasa memeriksa niat kita. Niat hanya karena Allah jangan dicampur dengan niat lain yang menyebabkan amal tersebut tidak diterima.

Beliau berkata, “Terdapat kelemahan dan kelainan di kebanyakan madrasah. Walaupun santrinya diajar dengan ilmu pengetahuan tetapi tidak ditekankan maksud asal belajar (khidmat kepada agama dan dakwah ila Allah). Akibat dari kelalaian ini setelah tamat belajar , matlamat mereka ialah mencari kedunian atau menjadi pekerja atau mengambil ujian di pengajian umum untuk memburu duit. Maka seluruh masa, belanja, usaha, dan tenaga yang telah dicurahkan untuk belajar ilmu agama tidak berhasil. Bahkan tidak sedikit yang akhirnya bekerja dengan orang-orang yang memusuhi agama.
Oleh karena itu kita harus fikir untuk membimbing mereka supaya bersedia untuk berkhidmat kepada agama dan mengamalkan perintah agama dan menunaikan hak-hak ilmu agama setelah tamat belajar. Suatu kerugian jika kita menanam benih kemudian tidak bisa mengambil hasilnya. Jika kita sanggup dalam menanam tetapi hasilnya diambil oleh musuh Islam maka ini adalah kerugian yang lebih besar lagi.

Selanjutnya beliau berkata, “Kita tidak sadar mengenai kerugian dan keburukan terhadap agama akibat para santri lulusan madrasah ikut ujian universitas pemerintah (India-penyalin). Ujian dibuat untuk menjabat pekerjaan di sekolah-sekolah Inggris. Jadi seolah-olah membantu pemerintah kafir menggunakan santri lulusan Diniyyah untuk kepentingan matlamatnya.
Fikirkanlah, apakah yang lebih dzalim apabila ilmu agama yang telah diperoleh lalu disalahgunakan untuk membantu pengajaran orang kafir. Melalui ujian ini, mereka menghubungkan ilmu agama dengan pemerintah kafir bukan dengan Allah dan Rasul-Nya. Perkara ini adalah sangat bahaya.

Beliau berkata, “Maksud ilmu yang pertama dan utama ialah agar seseorang itu ishlah kekurangan dan kelemahan dirinya, memahami apakah kewajibannya, dan berusaha memperbaiki kehidupannya. Apabila ilmu digunakan untuk menyalahkan orang lain dan mencari aib orang, maka ilmu tersebut akan menjadi sebab takabbur dan kesombongan ilmu akan membinasakan pemilik ilmu itu. Pepatah urdu mengatakan, “Buat kerja sendiri, jangan cari kerja orang lain.”

Beliau ditanya, “Mengapa orang Islam tidak diberi kuasa dan pemerintahan?” Beliau berkata, “Apabila Ahkam Allah (perintah dan larangan Allah) tidak dapat diamalkan oleh mereka sendiri, kenapa urusan dunia ini perlu diberi kepada mereka? Tujuan Allah memberi kuasa pemerintahan kepada orang Islam ialah supaya mereka menegakan perintah-Nya di bumi. Sekiranya anda diserahkan pemerintahan sekarang, adakah anda dapat menunaikan kehendak Allah  itu?”

Beliau berkata, “Orang yang dianggap pembantu pemerintah pada hakikatnya bukanlah pembantu. Sebenarnya mereka cuma membantu untuk memenuhi hajat keperluannya sendiri. Karena hajat mereka dicapai dari pemerintah maka mereka menjadi pembantu pemerintah. Tetapi jika esok hajat mereka dicapai dari musuh pemerintah maka mereka akan jadi pembantu kepada musuh pemerintah.
Oleh karena itu hakikatnya mereka yang berhajat itu tidak akan membantu walaupun ayahnya, jika tidak tercapai hajatnya. Cara ishlah mereka ini bukanlah dengan mencaci dan menentang pemerintah. Penyakit mereka yang sebenarnya adalah mementingkan diri sendiri. Selagi penyakit ini ada pada diri mereka walaupun mereka berhenti membantu pemerintah mereka akan menumpu kepada pihak lain yang bisa memenuhi hajatnya.
Usaha yang sepatutnya dibuat adalah menggantikan sifat mementingkan diri sendiri kepada sifat mementingkan hak Allah dan perintahNya. Tiada cara lain untuk menyembuhkan penyakit mereka.

Suatu yang lumrah bahwa setiap orang akan gembira apabila ia dapat apa yang ia hajatkan. Misal, seorang yang ingin kekayaan, makanan enak, pakaian mahal, maka tanpa mendapat benda-benda ini ia tidak merasa tenang. Sebaliknya, ada orang yang suka duduk di atas tikar, baring atas lantai, makanan dan pakaian sederhana, mereka merasa tenang dengan keadaan begitu. Maka bagi mereka yang suka kehidupan sederhana yang sesuai cara hidup Rasulullah saw akan merasa nikmat dan tentram jiwanya. Perkara ini adalah karunia Allah yang sangat besar, yang murah dan mudah diikuti oleh orang kaya ataupun miskin. Seorang yang suka hidup mewah dan mahal yang termampu oleh hartawan saja, maka ia tidak akan merasakan ketenangan hidup sepanjang hayatnya.”

Kita telah diperintahkan jangan menahan (bakhil) harta yang dikariniakan Allah kepada kita di dunia ini. Harus dibelanjakan dengan syarat pembelanjaan itu sesuai dengan tempatnya sebagaimana yang diperintah dan ditetapkan Allah.

Suatu hari hujan lebat menyebabkan lauk daging terlambat sampai ke rumah Maulana Ilyas rah. Di antara tetamu yang hadir ada seorang buzruq (juga kerabat Maulana). Maulana tahu tamunya suka daging. Saya yang lemah ini merasa heran melihat Maulana gelisah karena kelewatan lauk itu. Tidak lama kemudian beliau berkata, Rasulullah SAW bersabda ;
“Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhirat hendaklah ia memuliakan (ikram) tetamunya.”
Dan diantara perkara memuliakan tetamunya ialah, jika tidak menyusahkan kita, menjamunya dengan sesuatu yang ia paling sukai.” Kemudian dengan semangat Maulana berkata, ”Sangat penting kita menunaikan hak tetamu yang datang karena Allah dan RasulNya dan tetamu yang ada hubungan dengan kerja agama karena Allah maka haknya lebih besar.”

Beliau berkata,”Jannah adalah balasan bagi hak-hak; yaitu hak kita (kesenangan kita) yang dikurbankan karena Allah SWT dan menanggung kesusahan demi menunaikan hak-hak orang lain (termasuk juga hak-hak Allah). Maka balasan semua itu ialah syurga. Rasulullah SAW bersabda,
“Kasihilah oleh kamu yang di bumi, nescaya kamu akan dikasihi Yang di langit (yaitu Allah).”
Di dalam hadith ada 2 buah kisah yang masyhur mengenai 2 orang wanita berkenaan dengan perkara ini. Pertama kisah seorang wanita lacur, dengan rasa belas mengambil air dari suatu telaga dan memberi minum seekor anjing yang kehausan maka menjadi asbab Allah SWT.memasukannya ke dalam Syurga. Kedua kisah seorang wanita solih yang menzalimi seekor kucing hingga mati kelaparan. Maka asbab perbuatannya ia dimasukkan ke dalam Neraka Jahannam.”

Beliau berkata, ”Sebelum hijrah, di Mekkah dakwah Rasulullah saw ialah buat gasyt berjumpa manusia. Selepas hijrah ke Madinah, Baginda tidak lagi membuat cara seperti di Mekkah. Malah kebanyakan masa Baginda di Masjid Nabawi, apabila Baginda telah dapat sediakan jemaah untuk berdakwah dan dihantar keluar dari Madinah. Kemudian di Masjid Nabawi (sebagai markaz) Baginda menentukan sasaran dakwah serta memberi tugas berdakwah kepada mereka yang bersedia.
Demikian juga di zaman Umar ra, beliau hanya tinggal di Masjid Nabawi (markas) dan menghantar jemaah yang telah bersedia ke Iran, Roma dan tempat-tempat lain demi meninggikan Kalimah Allah dan Jihad Fi Sabilillah dalam jumlah ribuan orang. Pada masa itu sangat penting Umar ra berada di Masjid Nabawi untuk mengetahui dan mengawal Dakwah ilallah dan Jihad Fi Sabilillah.”

ULASAN KAMI:

Kesilapan Maulana Ilyas ialah menyamakan gerakan dakwah jemaah tabligh dengan pasukan tentera di zaman Khalifah Umar al Khattab ra. Sangat jauh perbezaan tersebut.Sahabat Nabi itu memerangi golongan kuffar harbi (musuh islam) sedang jemaah tabligh hanya tertumpu kepada orang islam sahaja.Bukan dasar utama jemaah tabligh mendakwah kepada orang kafir.Ini di buktikan dalam banyak tulisan dalam blog-blog karkun tabligh.

Beliau berkata,”Diriwayatkan didalam hadith bahwa Rasullullah SAW mengajar Abu Bakar ra bacaan yang perlu di ucap diakhir shalat;
“Ya Allah, daku telah mendzalimi diriku dengan zalim yang banyak dan tidak ada yang boleh mengampunkan dosa melainkan Engkau. Maka ampunilah daku dengan maghfirah Mu dan kasihanilah daku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Kita perlu fikir bahwa Rasullullah SAW telah mengajar doa ini kepada Abu Bakar ra, seorang termulia dan sempurna di kalangan umat ini. Shalat beliau hamper sederajat dengan Rasul SAW sehingga Baginda ra telah melantiknya menjadi imam. Sungguhpun demikian Baginda telah mengajarnya doa pada akhir solat, agar mengakui kelemahan dan kekurangan dirinya di hadapan Allah bahwa beliau belum dapat menyempurnakan hak ibadah seperti yang dikehendaki oleh Allah. Tersirat dengan doa itu, memohon  Rahim Allah agar dikasihi, diberi karunia dan diampunkan. Maka dimana pula kedudukan kita?”

Beliau berkata, “Manusia hidup di atas bumi untuk masa yang sangat pendek dan hidup di bawah bumi untuk masa yang sangat panjang. Atau dapat difahami hidup di dunia sementara dan hidup selepas mati selama-lamanya; di dalam kubur hingga tiupan sangkakala pertama tidak diketahui berapa lama; selepas tiupan pertama sangkakala hingga tipuan kedua beribu-ribu tahun lamanya; kemudian hidup di padang masyar beribu-ribu tahun lamanya, kemudian kita menerima keputusan.
Mengapa manusia masih lalai kepada tempat yang akan dituju yang masanya beribu-ribu kali ganda panjang dari masa di dunia? Hidup beberapa hari di dunia sebenarnya untuk persiapan hidup di tempat-tempat seterusnya tetapi hanya dihabiskan mengejar dunia.”

Beliau berkata, “Hakikat dzikir yang sebenarnya ialah mengetahui kehendak, perintah, dan larangan Allah, pada setiap masa, tempat, dan keadaan. Saya menekankan dzikir seperti ini kepada rekan-rekan saya.”

Beliau berkata, “Manusia lebih mulia dan tinggi dari makhluk lain disebabkan oleh lidahnya. Jika lidahnya digunakan untuk berkata yang baik maka ia akan mencapai kemuliaan dan ketinggian itu. Jika ia berkata yang buruk dan menyakiti orang lain maka derajatnya akan lebih rendah dari pada anjing dan babi, sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Dan perkataan manusia akan menyebabkan manusia itu dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan merangkak dan terseret di atasnya.” Ya Allah jagalah kami.


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...