Sabda Rasulullah s.a.w.
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسّكتُمْ ِبهِمَا كتابُ الله وَسنَّةُ رسُوْلِهِ
Maksudnya: “ Aku tinggalkan kepada kamu dua perkara, kamu tidak akan sesat buat selama-lamanya sekiranya kamu berpegang teguh dengan kedua-dua perkara tersebut, iaitu Kitabullah (Al Quran) dan sunnah RasulNya (Al Hadith)
dan
Sabda Rasulullah s.a.w
.
"Barangsiapa yang menempuh satu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan permudahkannya untuk masuk syurga. Para malaikat akan mengepakkan sayapnya keatas pencari ilmu, kerana mereka suka dengan apa yang dilakukannya. Orang yang berilmu dimintakan ampun oleh semua yang ada di langit dan di bumi, bahkan ikan-ikan di air juga turut memohon ampun untuknya. Keutamaan orang yang alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan di atas bintang. Para ulama adalah pewaris nabi dan para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Mereka hanya mewariskan ilmu. Sehingga orang yang mengambilnya benar-benar telah mengambil bahagian yang sempurna"
(HR Imam Bukhari)
Sidang pembaca yang dirahmati Allah
Kita sebagai umat islam biasa mendengar atau membaca dua teks hadith di atas samada dibaca melalui buku,kitab dan internet atau kita mempelajari hadith secara bertalaqqi dengan alim ulama,ustaz dan seumpamanya.
Secara umumnya hadith tersebut menceritakan kelebihan ilmu dan orang yang menuntut ilmu.Contohnya hadith pertama membawa maksud al quran dan sunnah itu mewakili ajaran Rasullah saw atau sebagai ganti batang tubuh utusan Allah yang terakhir untuk umat sehingga hari kiamat.Manakala hadith kedua pula berkenaan manusia yang mewarisi ilmu para nabi yang di sebut ulama.Mereka inilah yang diberi keistimewaan oleh Allah menjadi pewaris (ilmu) para nabi dan rasul.
Ilmu yang dimaksudkan ialah menguasai khazanah yang terkandung dalam al quran dan al hadith.Tetapi mutakhir ini muncul pula ungkapan baru yang berbunyi " dakwah ikut cara nabi" atau " kita buat usaha nabi@kerja nabi".
Sekali imbas ungkapan ini agak pelik bunyinya.Kita agak hairan juga darimana asalnya ungkapan ini kerana tidak ada hadith atau ayat al quran yang perintah kita " DAKWAHLAH KAMU SEBAGAIMANA KAMU MELIHAT AKU BERDAKWAH" atau " KAMU TIDAK AKAN SESAT SELAMANYA SELAGI KAMU BUAT KERJA NABI" dan lain-lain.
Apa yang sahih datang dari Nabi saw ialah kewajipan menuntut ilmu dan mengamalkannya serta menyebarkannya kepada orang lain.Buktinya banyak hadith sahih perintah wajib menuntut ilmu dan riwayat di bawah:
Pernah suatu hari
Abu Hurairah berjalan melewati pasar Madinah. Beliau kemudian berhenti dan
berkata, “Hai orang-orang di pasar, betapa malangnya kalian ini!” Mereka
bertanya, “Mengapa demikian, wahai Abu Hurairah?” Beliau menjawab, “Itu warisan
Rasulullah sedang dibahagi-bahagikan, sementara kalian tetap disini. Mengapa
kalian tidak pergi kesana dan mengambil bagian kalian?” Mereka bertanya, “Dimana?”
Beliau menjawab, “Di masjid.” Maka, mereka pun bergegas-gegas keluar menuju
masjid. Abu Hurairah sendiri diam di tempatnya, sampai akhirnya mereka kembali
lagi. Beliau bertanya, “Mengapa (kalian kembali)?” Mereka menjawab, “Hai Abu
Hurairah, kami telah mendatangi masjid dan masuk ke dalamnya. Tapi, kami tidak
melihat apapun yang sedang dibahagikan.” Beliau bertanya, “Apa kalian tidak
melihat seorang pun disana?” Mereka menjawab, “Ya, benar. Kami melihat
sekelompok orang sedang mengerjakan shalat, sekelompok yang lain sedang membaca
Al-Qur’an, dan sekelompok lagi sedang mempelajari halal-haram.” Abu Hurairah berkata,
“Celaka kalian ini! Itulah warisan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam!.”
(Riwayat Thabrani
dalam al-Awsath, dengan isnad hasan).
Benar, para Nabi
tidak mewariskan emas, tanah, rumah, atau barang-barang duniawi untuk dibahagi,
dilelong dan diperebutkan. Mereka mewariskan ilmu, keyakinan, dan bimbingan. Oleh
karenanya, Rasulullah bersabda, “Sungguh, ulama’ adalah pewaris para Nabi. Sungguh,
para Nabi tidaklah mewariskan dinar (emas) maupun dirham (perak), namun mereka
hanyalah mewariskan ilmu. Siapa saja yang mengambilnya, sungguh ia telah
mengambil bagian yang sangat banyak.”
(Riwayat Ahmad, Abu
Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah, dari Abu Darda’. Hadits shahih).
Keinginan kuat
untuk mendapatkan bagian dari “warisan kenabian” inilah yang mendorong para
ulama di masa silam mengembara ke seluruh penjuru untuk mengambil hadits. Dalam
keadaan prasarana Abad Pertengahan yang masih serba manual, mereka menempuh
jarak ribuan kilometer untuk menemui para guru yang terkadang hanya menyimpan satu dua teks hadith
saja. Mereka tidak perduli, sebab “warisan kenabian” itu tidak boleh
terlewatkan satu pun. Dengan tangannya pula mereka mencatat sendiri ratusan
ribu bahkan, hampir mencapai sejuta teks
hadits yang berlain-lainan.
Ahmad bin Mani’
bercerita: Ahmad bin Hanbal berjumpa dengan kami di jalan, dan beliau baru
datang dari Kufah sementara di tangannya ada sejumlah kertas yang berisi
salinan kitab-kitab. Saya pun meraih tangannya dan berkata, “Sekali waktu ke
Kufah, lalu di lain waktu ke Bashrah, sampai bila? Bila seseorang telah
mencatat 30.000 hadits, apa tidak cukup?” Beliau diam. “Apakah 60.000 tidak
cukup?” Beliau tetap diam. “Apakah 100.000 tidak cukup?” Beliau menjawab, “Saat
itulah dia baru mengerti ‘sesuatu’!” (Dari: al-Madkhal ila Madzhabi al-Imam
Ahmad bin Hanbal, karya Ibnu Badran ad-Dimasyqi).
Apakah Anda dapat
membayangkan kesungguhan dan tekad macam apa yang berkobar di balik kata-kata: “mencatat
seratus ribu hadits dengan tangan sendiri”? Kita mungkin bisa memperlekehkan
hal itu di masa sekarang, sebab pencarian dengan komputer sudah sangat menyenangkan.
Bahkan, sebagian orang diketahui meng-copy paste karya orang lain, mengganti
judulnya, lalu mengatasnamakannya untuk diri sendiri. Namun, di zaman Imam
Ahmad semua harus ditulis tangan.
‘Amru bin ‘Ashim al-Kilabi berkata, “Saya
mencatat belasan ribu hadits dari Hammad bin Salamah.”
‘Abbas ad-Dury
berkata, “Saya mencatat 35.000 hadits dari Musa bin Isma’il at-Tabudzaki.”
Abu Dawud berkata,
“Saya mencatat 50.000 hadits dari Bundar Muhammad bin Basysyar.”
Abu Zur’ah
berkata, “Saya telah mencatat 100.000 hadits dari Ibrahim bin Musa ar-Razy.”
Abul ‘Abbas asy-Syirazi
berkata, “Saya telah mencatat 300.000 hadits dari ath-Thabrani.”
Pengakuan semacam
ini sangat banyak, dan itu baru dari satu orang guru saja. Bagaimana jika
mereka telah mencatat dari ratusan hingga ribuan guru? Ya’qub al-Fasawi dan Abu
Dawud berkata, “Saya telah mencatat dari 1.000 orang guru.” Abdullah bin al-Mubarak
berkata, “Saya telah mencatat dari 1.100 orang guru…”
Mereka pun memburu
“warisan kenabian” dalam rentang yang panjang, hingga belasan tahun. Ahmad bin
Salamah, teman karib Imam Muslim, mengaku, “Saya mencatat hadits bersama Muslim
– dalam rangka menyusun kitab Shahih-nya – sebanyak 12.000 hadits selama
limabelas tahun.” Dalam hal ini, Imam Muslim sendiri berkata, “Saya menyusun
kitab Shahih saya ini dari (penyaringan terhadap) 300.000 hadits yang
seluruhnya saya dengar langsung (dari guru-guru saya).”
Generasi muslim
pendahulu kita tahu benar-benar memahami nilai “warisan kenabian” itu, dan rela
membelanjakan seluruh HARTA DAN JIWA miliknya untuk mendapatkannya. Wajar jika
mereka mendapat kejayaan dan amal jariyahnya abadi sepanjang zaman. Nama
sebagian ahli hadits pernah disebut-sebut di majlis khalifah Harun ar-Rasyid, maka
beliau berkata, “Mereka adalah kaum yang abadi, nama mereka akan disebut
beriringan dengan nama Rasulullah; sementara kami – para raja – adalah orang-orang
yang akan musnah kenangannya.”
By M. Alimin
Mukhtar,
kesimpulan:
Berhati-hatilah dengan perkara baru (istilah baru) yang tidak diketahui sumber asalnya secara sahih kerana bimbang ia termasuk dalam bid'ah dholalah yang sesat. Wallahu'alam
Assalamualaikum wrt. wbt.
ReplyDeleteHanya sebagai satu perkongsian yang bermanfaat untuk mereka yang ingin mengetahui, http://www.youtube.com/watch?v=Z3CImcSRqU8
Assalamualaikum wrt. wbt.
wa'alaikum salam,
Deleteuntuk pengetahuan anda video tersebut telah kami tonton sejak tahun 2011 lagi.tapi malangnya ia tidak memberi pencerahan apa pun sebab fatwa kufur keatas tokoh-tokoh tabligh deobandi oleh ulama ASWJ telah di keluarkan sebelum syeikh itu lahir barangkali.
anda boleh cari fatwa tersebut dalam blog ini(kalau rajin la...).tambahan pula beliau berceramah tanpa menyebut sumber rujukan apa yang beliau kata.Sebaliknya kami mendedahkan kesesatan tabligh dengan bukti dan sumber rujukan kitab-kitab mereka sendiri contohnya di http://urusanulama-hl.blogspot.com/2012/10/mengenali-kitab-kitab-ulama-deobandi.html
kalau setakat ceramah kosong je...standard fathul bari je la(hujjah yang longgar dan rapuh).