Sunday, 30 December 2012

Polimik: Kerja Nabi VS Waris Nabi


Sabda Rasulullah s.a.w.

تَرَكْتُ فِيْكُمْ أمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسّكتُمْ ِبهِمَا كتابُ الله وَسنَّةُ رسُوْلِهِ

Maksudnya: “ Aku tinggalkan kepada kamu dua perkara, kamu tidak akan sesat buat selama-lamanya sekiranya kamu berpegang teguh dengan kedua-dua perkara tersebut, iaitu Kitabullah (Al Quran) dan sunnah RasulNya (Al Hadith)

dan

Sabda Rasulullah s.a.w
.
"Barangsiapa yang menempuh satu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan permudahkannya untuk masuk syurga. Para malaikat akan mengepakkan sayapnya keatas pencari ilmu, kerana mereka suka dengan apa yang dilakukannya. Orang yang berilmu dimintakan ampun oleh semua yang ada di langit dan di bumi, bahkan ikan-ikan di air juga turut memohon ampun untuknya. Keutamaan orang yang alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan di atas bintang. Para ulama adalah pewaris nabi dan para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Mereka hanya mewariskan ilmu. Sehingga orang yang mengambilnya benar-benar telah mengambil bahagian yang sempurna"
(HR Imam Bukhari)

Sidang pembaca yang dirahmati Allah

Kita sebagai umat islam biasa mendengar atau membaca dua teks hadith di atas samada dibaca melalui buku,kitab dan internet atau kita mempelajari hadith secara bertalaqqi dengan alim ulama,ustaz dan seumpamanya.

Secara umumnya hadith tersebut menceritakan kelebihan ilmu dan orang yang menuntut ilmu.Contohnya hadith pertama membawa maksud al quran dan sunnah itu mewakili ajaran Rasullah saw atau sebagai ganti batang tubuh utusan Allah yang terakhir untuk umat sehingga hari kiamat.Manakala hadith kedua pula berkenaan  manusia yang mewarisi ilmu para nabi yang di sebut ulama.Mereka inilah yang diberi keistimewaan oleh Allah menjadi pewaris (ilmu) para nabi dan rasul.

Ilmu yang dimaksudkan ialah menguasai khazanah yang terkandung dalam al quran dan al hadith.Tetapi mutakhir ini muncul pula ungkapan baru yang berbunyi " dakwah ikut cara nabi" atau " kita buat usaha nabi@kerja nabi".

Sekali imbas ungkapan ini agak pelik bunyinya.Kita agak hairan juga darimana asalnya ungkapan ini kerana tidak ada hadith atau ayat al quran yang perintah kita " DAKWAHLAH KAMU SEBAGAIMANA KAMU MELIHAT AKU BERDAKWAH" atau " KAMU TIDAK AKAN SESAT SELAMANYA SELAGI KAMU BUAT KERJA NABI" dan lain-lain.

Apa yang sahih datang dari Nabi saw ialah kewajipan menuntut ilmu dan mengamalkannya serta menyebarkannya kepada orang lain.Buktinya banyak hadith sahih perintah wajib menuntut ilmu dan riwayat di bawah:




Pernah suatu hari Abu Hurairah berjalan melewati pasar Madinah. Beliau kemudian berhenti dan berkata, “Hai orang-orang di pasar, betapa malangnya kalian ini!” Mereka bertanya, “Mengapa demikian, wahai Abu Hurairah?” Beliau menjawab, “Itu warisan Rasulullah sedang dibahagi-bahagikan, sementara kalian tetap disini. Mengapa kalian tidak pergi kesana dan mengambil bagian kalian?” Mereka bertanya, “Dimana?” Beliau menjawab, “Di masjid.” Maka, mereka pun bergegas-gegas keluar menuju masjid. Abu Hurairah sendiri diam di tempatnya, sampai akhirnya mereka kembali lagi. Beliau bertanya, “Mengapa (kalian kembali)?” Mereka menjawab, “Hai Abu Hurairah, kami telah mendatangi masjid dan masuk ke dalamnya. Tapi, kami tidak melihat apapun yang sedang dibahagikan.” Beliau bertanya, “Apa kalian tidak melihat seorang pun disana?” Mereka menjawab, “Ya, benar. Kami melihat sekelompok orang sedang mengerjakan shalat, sekelompok yang lain sedang membaca Al-Qur’an, dan sekelompok lagi sedang mempelajari halal-haram.” Abu Hurairah berkata, “Celaka kalian ini! Itulah warisan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam!.”
(Riwayat Thabrani dalam al-Awsath, dengan isnad hasan).

Benar, para Nabi tidak mewariskan emas, tanah, rumah, atau barang-barang duniawi untuk dibahagi, dilelong dan diperebutkan. Mereka mewariskan ilmu, keyakinan, dan bimbingan. Oleh karenanya, Rasulullah bersabda, “Sungguh, ulama’ adalah pewaris para Nabi. Sungguh, para Nabi tidaklah mewariskan dinar (emas) maupun dirham (perak), namun mereka hanyalah mewariskan ilmu. Siapa saja yang mengambilnya, sungguh ia telah mengambil bagian yang sangat banyak.”
(Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah, dari Abu Darda’. Hadits shahih).

Keinginan kuat untuk mendapatkan bagian dari “warisan kenabian” inilah yang mendorong para ulama di masa silam mengembara ke seluruh penjuru untuk mengambil hadits. Dalam keadaan prasarana Abad Pertengahan yang masih serba manual, mereka menempuh jarak ribuan kilometer untuk menemui para guru yang  terkadang hanya menyimpan satu dua teks hadith saja. Mereka tidak perduli, sebab “warisan kenabian” itu tidak boleh terlewatkan satu pun. Dengan tangannya pula mereka mencatat sendiri ratusan ribu bahkan, hampir mencapai sejuta  teks hadits yang berlain-lainan.

Ahmad bin Mani’ bercerita: Ahmad bin Hanbal berjumpa dengan kami di jalan, dan beliau baru datang dari Kufah sementara di tangannya ada sejumlah kertas yang berisi salinan kitab-kitab. Saya pun meraih tangannya dan berkata, “Sekali waktu ke Kufah, lalu di lain waktu ke Bashrah, sampai bila? Bila seseorang telah mencatat 30.000 hadits, apa tidak cukup?” Beliau diam. “Apakah 60.000 tidak cukup?” Beliau tetap diam. “Apakah 100.000 tidak cukup?” Beliau menjawab, “Saat itulah dia baru mengerti ‘sesuatu’!” (Dari: al-Madkhal ila Madzhabi al-Imam Ahmad bin Hanbal, karya Ibnu Badran ad-Dimasyqi).
Apakah Anda dapat membayangkan kesungguhan dan tekad macam apa yang berkobar di balik kata-kata: “mencatat seratus ribu hadits dengan tangan sendiri”? Kita mungkin bisa memperlekehkan hal itu di masa sekarang, sebab pencarian dengan komputer sudah sangat menyenangkan. Bahkan, sebagian orang diketahui meng-copy paste karya orang lain, mengganti judulnya, lalu mengatasnamakannya untuk diri sendiri. Namun, di zaman Imam Ahmad semua harus ditulis tangan.
 ‘Amru bin ‘Ashim al-Kilabi berkata, “Saya mencatat belasan ribu hadits dari Hammad bin Salamah.”
‘Abbas ad-Dury berkata, “Saya mencatat 35.000 hadits dari Musa bin Isma’il at-Tabudzaki.”
Abu Dawud berkata, “Saya mencatat 50.000 hadits dari Bundar Muhammad bin Basysyar.”
Abu Zur’ah berkata, “Saya telah mencatat 100.000 hadits dari Ibrahim bin Musa ar-Razy.”
Abul ‘Abbas asy-Syirazi berkata, “Saya telah mencatat 300.000 hadits dari ath-Thabrani.”

Pengakuan semacam ini sangat banyak, dan itu baru dari satu orang guru saja. Bagaimana jika mereka telah mencatat dari ratusan hingga ribuan guru? Ya’qub al-Fasawi dan Abu Dawud berkata, “Saya telah mencatat dari 1.000 orang guru.” Abdullah bin al-Mubarak berkata, “Saya telah mencatat dari 1.100 orang guru…”

Mereka pun memburu “warisan kenabian” dalam rentang yang panjang, hingga belasan tahun. Ahmad bin Salamah, teman karib Imam Muslim, mengaku, “Saya mencatat hadits bersama Muslim – dalam rangka menyusun kitab Shahih-nya – sebanyak 12.000 hadits selama limabelas tahun.” Dalam hal ini, Imam Muslim sendiri berkata, “Saya menyusun kitab Shahih saya ini dari (penyaringan terhadap) 300.000 hadits yang seluruhnya saya dengar langsung (dari guru-guru saya).”

Generasi muslim pendahulu kita tahu benar-benar memahami nilai “warisan kenabian” itu, dan rela membelanjakan seluruh HARTA DAN JIWA miliknya untuk mendapatkannya. Wajar jika mereka mendapat kejayaan dan amal jariyahnya abadi sepanjang zaman. Nama sebagian ahli hadits pernah disebut-sebut di majlis khalifah Harun ar-Rasyid, maka beliau berkata, “Mereka adalah kaum yang abadi, nama mereka akan disebut beriringan dengan nama Rasulullah; sementara kami – para raja – adalah orang-orang yang akan musnah kenangannya.”



By M. Alimin Mukhtar,

kesimpulan:

Berhati-hatilah dengan perkara baru (istilah baru) yang tidak diketahui sumber asalnya secara sahih kerana bimbang ia termasuk dalam bid'ah dholalah yang sesat. Wallahu'alam

2 comments:

  1. Assalamualaikum wrt. wbt.

    Hanya sebagai satu perkongsian yang bermanfaat untuk mereka yang ingin mengetahui, http://www.youtube.com/watch?v=Z3CImcSRqU8

    Assalamualaikum wrt. wbt.

    ReplyDelete
    Replies
    1. wa'alaikum salam,

      untuk pengetahuan anda video tersebut telah kami tonton sejak tahun 2011 lagi.tapi malangnya ia tidak memberi pencerahan apa pun sebab fatwa kufur keatas tokoh-tokoh tabligh deobandi oleh ulama ASWJ telah di keluarkan sebelum syeikh itu lahir barangkali.

      anda boleh cari fatwa tersebut dalam blog ini(kalau rajin la...).tambahan pula beliau berceramah tanpa menyebut sumber rujukan apa yang beliau kata.Sebaliknya kami mendedahkan kesesatan tabligh dengan bukti dan sumber rujukan kitab-kitab mereka sendiri contohnya di http://urusanulama-hl.blogspot.com/2012/10/mengenali-kitab-kitab-ulama-deobandi.html

      kalau setakat ceramah kosong je...standard fathul bari je la(hujjah yang longgar dan rapuh).

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...