Monday 10 February 2014

Membedah Pemikiran Maulana Ilyas :Bhg 2

Pada setiap hari setelah shalat Subuh, Maulana Ilyas rah. Memberi targhib mengenai khidmat dan nusrah usaha agama. Beliau berkata, “Lihatlah, anda semua tahu dan percaya bahwa Allah itu ada dan senantiasa hadir pada setiap saat, justru apakah patut seorang hamba berpaling dari Allah dan sibuk di dalam hal-hal lain? Ini adalah kerugian yang amat besar dan melalaikan kerja agama menyebabkan Allah murka. Sibuk dengan urusan dunia, tidak menghiraukan perintah-Nya adalah sebenarnya menjauhi dan memutuskan hubungan dengan Allah.
Adalah dikehendaki manusia sibuk dengan nusrah kerja agama di samping mentaati perintah-Nya. Senantiasa utamakan perkara yang lebih penting dengan berpandukan kehidupan Rasulullah saw yang merupakan Uswatun Hasanah. Baginda adalah yang paling banyak menanggung kesusahan karena menyebarkan Kalimah Allah dan menyediakan manusia beribadat kepada Allah. Inilah kerja yang paling penting dan unggul dan sibuk dalam kerja ini adalah penghambaan yang sebenarnya.


ULASAN KAMI:

Perbuatan beliau TIDAK mengikut (menyimpang)  dengan sunnah Nabi saw.Dalilnya :


Dari Anas bin Malik Radhiallaahu anhu ia berkata: Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam pernah bersabda: 
"Barang siapa yang ikut shalat fajar berjamaah di masjid, lalu duduk berdzikir mengingat Allah Subhannahu wa Ta'ala sampai matahari terbit, kemudian mengerjakan shalat dua rakaat, maka baginya pahala bagaikan orang yang menunaikan ibadah haji dan umrah dengan sempurna, sempurna dan sempurna." (HR. At-Tirmidzi)  

Duduk berzikir setelah subuh hingga matahari terbit adalah sunnah. Dari Abu Umamah Ra dikatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda “ Barangsiapa yang shalat subuh berjamaah kemudian duduk berzikir kepada Allah sampai terbitnya matahari, kemudian berdiri dan shalat 2 rakaat, maka ia akan memperoleh pahala haji dan umrah”Waktu ba’da subuh hingga matahari terbit adalah waktu yang penuh barakah yang seharusnya benar-benar dipelihara oleh setiap mukmin. Peliharalah waktu itu dengan mengisinya melalui tilawatul Qur’an 1 juz dalam satu hari, berzikir atau menghafal. Inilah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW selesai menunaikan shalat subuh, bahwa Baginda selalu duduk ditempat solatnya hingga matahari terbit”. ( HR. Muslim )

Malfuudzaat 22
Beliau berkata dalam suatu perhimpunan, “Hari ini manusia telah menjadikan perhambaan kepada Allah lebih rendah dari perhambaan mereka kepada pekerjaan dan manusia. Umumnya tujuan hidup mereka adalah perhambaan kepada pekerjaan dan manusia, hingga makan dan minum pun hanya apa-apa yang mereka sempat. Tetapi kepada Allah, mereka tidak buat seperti ini. Setelah selesai pekerjaan dan perkara kesukaannya barulah ia meluangkan waktu untuk Allah seperti shalat atau sedekah dan menganggap sudah cukup menunaikan kehendak Allah.
Hak perhambaan kepada Allah sebenarnya ialah apabila usaha agama dijadikan maksud hidup kita. Makan minum dan pekerjaan adalah keperluan untuk menyempurnakan tujuan atau maksud hidup. Sedikit masa terpaksa untuknya. Bukanlah semua manusia harus tinggalkan pekerjaan mereka tetapi dalam semua pekerjaan mereka harus pentingkan perhambaan diri kepada Allah, khidmat dan nusrah usaha agama. Makan dan minum sekedar keperluan saja sebagaimana seorang hamba pentingkan kerja tuannya bukan makan minumnya.

Suatu hari setelah shalat Maulana Ilyas rah. Telah berdoa:
Allahummanshur man nashara diina Muhammad wa khdzul man khadzala diina Muhammad.
(Ya Allah, bantulah mereka yang membantu agama Muhammad saw dan janganlah bantu mereka yang tidak membantu agama Muhammad saw).
Sewaktu doa itu Maulana juga telah menyebut dengan kuat, “Allahumma laa taj’alnaa minhum 3 kali” (Ya Allah janganlah jadikan kami seperti mereka).
Kemudian Beliau berkata kepada hadirin, “Saudara sekalian, fikirkanlah kepentingan doa ini. Doa ini tersirat ancaman apabila dimohon oleh Para Khawas pada sepanjang zaman. Ia mengandungi rahmat dan pertolongan bagi mereka yang membantu dan berjuang untuk agama Allah dan sebaliknya ia adalah ancaman bagi mereka yang tidak membantu agama-Nya.”
Ya Allah tinggalkan mereka dari rahmat dan bantuan Mu
Sekarang periksalah kesan doa ini atas setiap diri kita. Adakah kita menerima kebaikan atau keburukan. Ketahuilah bahwa shalat dan puasa walaupun merupakan ibadah yang utama tetapi bukan usaha yang membantu agama. Membantu agama adalah apa yang dinyatakan dalam Al Quran dan Al Hadits dan cara yang diterima ialah cara asal Nabi Muhammad saw. Pada zaman ini usaha untuk menghidupkan kembali kerja tersebut adalah sangat besar sekali. Semoga Allah karuniakan taufiq-Nya kepada kita semua.”

ULASAN KAMI:

Rasul saw tidak pernah mendoakan sahabatnya atau orang mukmin dengan doa seperti yang dibaca oleh maulana Ilyas kecuali kepada orang musyrik dan munafik sahaja.Sebaliknya Maulana Ilyas doa (tak baiknya) itu dituju kepada muslim yang hanya tak buat kerja dakwah ala tabligh atau dengan lain perkataan tak jadi karkun.

Pada suatu perhimpunan beliau berkata, “Tujuan asal usaha kita adalah untuk mengajar umat ini seluruh cara hidup Rasulullah.
Jami’u maa Jaa a bihi anNabi
Yaitu mengajar dan mengamalkan ilmu tersebut kepada umat ini. Inilah tujuan asal kerja kita. Mengeluarkan jamaah dan gasyt hanyalah permulaan tujuan kita. Menyeru kepada La ilaha illa Allah, shalat, serta taklim adalah Alif Ba Ta usaha ini. Jamaah yang ada sekarang ini belum berdaya membuat semuanya itu.
Jamaah kami hanya dihantar ke merata tempat untuk menyadarkan yang lalai agar bertawajjuh kepada usaha agama serta menghubungkan mereka dengan ahli agama dan mengeluarkan jamaah dari tempat-tempat itu. Dan mendorong golongan yang ada fikir agama di tempat itu agar turut mengishlah orang awam. Di setiap tempat, kerja asal akan dibuat oleh karkun-karkun tempatan dan orang awam akan mendapat faedah yang banyak apabila ahli agama di tempat mereka sama-sama bekerja. Caranya harus dipelajari dari orang-orang lama yang berpengalaman dan telah banyak memberi masa untuk memahami kerja ini.”


ULASAN KAMI:

Satu penyataan yang mengandungi satu maksud yang tersembunyi.Perhatikan ayat "Menyeru kepada La ilaha illa Allah, shalat, serta taklim adalah Alif Ba Ta usaha ini. Jamaah yang ada sekarang ini belum berdaya membuat semuanya itu.

Tak ramai orang mahu memikirkan maksud sebenar ayat tersebut.Hasil tulisan para ulama India yang mengkaji tulisan-tulisan ulama deobandi aka Tabligh menyatakan bahawa ayat mengadungi maksud bahawa TUJUAN UTAMA jemaah tabligh ialah untuk membuat pembaharuan dalam masalah thariqat dan `aqidah dengan menyatukan seluruh manusia di bawah fahamnya. Pemahaman seperti ini juga didukung oleh buku mereka yang bernama Makaatib Muhammad Ilyas, yang menjelaskan bahwa menurut guru mereka Muhammad Ilyas, Jama`ah Tabligh bertujuan menyatukan syari`at, thariqat, dan haqiqat di bawah payung yang sempurna ( hal. :66 ) 
Dalam perhimpunan beliau berkata, “Orang-orang lama hendaklah ungat bahwa apabila dakwahnya tidak diterima atau ia dimaki atau difitnah maka jangan berputus asa atau merasa kecewa. Itulah sunnah dan pusaka istimewa para Nabi, khususnya Rasulullah saw. Tidak semua orang berpeluang dihina di jalan Allah. Sebaliknya apabila diberi sambutan dan dimuliakan, bayannya didengar dengan penuh minat, maka hendaklah dipahami bahwa itu adalah semata-mata karunia Allah dan janganlah meringankan hal ini. Khidmat serta taklim kepada orang yang ada thalab (gairah) hendaklah disyukuri secara terbaik karena ihsan Allah walaupun mereka itu dari golongan yang paling rendah. Inilah ajaran yang terdapat dalam ayat Abasa (80) : 1-2.
Ya! Kita hendaklah senantiasa merasa takut akan tipu daya nafsu kita. Nafsu membisikan bahwa penerimaan mereka itu karena kehebatan kita, sehingga kita terperangkap ke dalam fitnah yang sangat besar, berlagak guru tasawuf palsu. Maka lebih berhati-hatilah dari fitnah ini.”
Dalam setiap perhimpunan beliau berkata, “Pahamkanlah kepada semuakarkun, bahwa janganlah meminta musibah dan kesusahan dari Allah. Tetapi apabila mendapat musibah di jalan Allah, maka pahamilah hal ini adalah suatu Rahmat dan Asbab kifarah dosa-dosa kita dan diangkatnya derajat kita. Segala musibah dan kesusahan di jalan Allah merupakan makanan istimewa para Nabi, Shiddiqiin, dan Muqarrabiin.”
Pada suatu jamaah beliau berkata, “Semasa memberi dakwah dan bertabligh, hati kita mestilah tawajjuh hanya kepada Allah bukan kepada orang yang sedang kita temui. Waktu itu, hati kita hendaklah merasa bahwa kita bukannya menjalankan kerja pribadi malah sedang keluar untuk menjalankan perintah Allah. Hati orang yang kita temui juga berada dalam Qudrat Allah. Dengan pikiran seperti ini, Insya Allah, tidak akan timbul perasaan marah dan putus asa apabila terjadi salah paham.”
Beliau berkata, “Satu pemahaman yang salah ialah kita menyangka berhasil apabila ada orang yang mengikuti dakwah kita. Dan apabila tidak ada orang ikut maka kita menganggap usaha kita gagal. Pendapat ini salah sama sekali. Orang ikut atau tidak, itu adalah amalan mereka sendiri. Bagaimana kita boleh merasa berhasil atau gagal atau amalan orang lain? Keberhasilan kita ialah apabila kita dapat buat kerja dakwah ini dengan sempurna.
Apabila orang lain tidak mau mengikuti kita, maka itu adalah kerugian bagi dirinya sendiri. Mengapa kita merasa gagal sebab mereka tidak ikut? Manusia lupa bahwa memaksa orang lain bukanlah kerja dan tanggung jawab kita (ia adalah hak Allah). Tugas kita hanya menyampai dengan cara yang baik. Para Nabi pun tidak diberi tugas untuk memaksa orang lain.
Ya, periksalah sebabnya mengapa orang tidak mau ikut. Mungkin karena kelemahan kita atau kita tidak menunaikan hak usaha ini dengan sempurna maka Allah mendzahirkan akibatnya. Setelah itu, berazam untuk memperbaiki mutu kerja dan berdoa kepada Allah memohon taufiq agar dapat membuat usaha dengan sungguh-sungguh.
Beliau berkata, “Karkun lama pergi kemana pun harus berusaha menziarahi alim ulama yang hak dan orang-orang shalih untuk mendapat manfaat rohani bukannya langsung memberi dakwah kepada mereka. Mereka memang telah sibuk dalam urusan agama dan sudah tentu lebih faham dan berpengalaman tentang agama. Kamu tidak akan dapat memahamkan mereka bahwa usaha ini lebih penting dan lebih berfaidah dari usaha lain. Mungkin mereka tidak akan setuju atau tidak akan menerima perkataan anda. Dan apabila mereka telah berkata ‘TIDAK’ maka akan sangat sulit untuk diubah menjadi ‘YA’.
Kemungkinan juga, orang awam yang mengikutinya, tidak akan mau mendengar dakwah kita. Dan kesannya mungkin akan menimbulkan syak pada diri anda. Maka niat menziarahi alim ulama hanya untuk mengambil faidah rohani saja. Walau bagaimanapun, berusahalah di sekitar tempat ulama tersebut dengan menjaga tertib dan usul dakwah. Kesan baik usaha ini diharap akan sampai kepada mereka dan menjadi tarikan untuk mereka menerima kerja ini. Kemudian setelah mereka menyukai anda dan kerja ini, maka mintalah mereka mengawasi kerja ini. Kemudian dengan adab dan sopan santun berilah penerangan mengenai kerja ini.”

ULASAN KAMI:

Ayat ini "Kemudian dengan adab dan sopan santun berilah penerangan mengenai kerja ini.” menguatkan lagi bukti bahawa method dakwah jemaah tabligh BUKAN dari sunnah Rasulullah dan para sahabat sebab MUSTAHIL ulama yang merupakan pewaris para nabi yang memperolehi ilmu syariat secara bersanad (bersambung) hingga sampai kepada Rasulullah saw boleh tidak tahu kaedah dakwah Nabi sehingga perlu diajar oleh orang jahil dan tidak berilmu...???

Malfuudzaat 30


Dalam satu perhimpunan beliau berkata, “Di antara tertib dakwah ialah dalam dakwah umumi ucapan boleh dengan nada tegas dan dalam dakwah khususisebaiknya dengan nada lemah lembut. Namun apabila khususi itu untuk ishlahboleh juga digunakan ucapan-ucapan yang keras. Rasulullah saw pun apabila orang-orang tertentu melakukan kesalahan maka beliau menegurnya dengan amaran.
Dalam satu majelis beliau berkata, “Sudah menjadi kebiasaan kita merasa gembira dengan kata-kata yang menyuruh berbuat kebaikan dan kita menganggap kata-kata itu sebagai perbuatan baik. Tinggalkanlah kebiasaan itu dan buatlah kerja, sebagaimana tersebut:
“Hai kamu yang biasa bersuka ria dengan nasihat-nasihat baik
Tinggalkanlah nasihat-nasihat itu dan gantilah dengan amal-amal baik”
Dalam satu perhimpunan beliau berkata, “Masa adalah seperti kereta api yang sedang bergerak. Jam, menit, dan detik adalah seperti gerbong-gerbong dan kesibukan kita adalah seperti penumpang-penumpang. Saat ini kesibukan duniawi yang hina sudah memenuhi semua gerbong sehingga tidak bisa masuk lagi kesibukan akhirat yang mulia untuk masuk ke dalam gerbong. Tugas kita sekarang adalah berangsur-angsur menyingkirkan kesibukan-kesibukan yang hina dan rendah itu lalu menjemput kesibukan-kesibukan yang mulia dan agung, yang dirhidai Allah dan bergerak menuju kejayaan dunia dan akhirat.”
Dalam suatu majelis beliau berkata, “Berapa banyak pun amal baik yang kita perbuat dengan taufik dari Allah, kita hendaklah akhiri setiap amal itu denganistighfar. Maksudnya pada penutup setiap amal, sebaiknya di akhiri denganistighfar sebagai ungkapan masih terdapatnya kekurangan atau kesalahan dalam melaksanakan amalan itu. Segala kesalahan dan kekurangan tersebut selayaknya diikuti dengan istighfar.
Rasulullah saw pun senantiasa beristighfar setelah mengerjakan shalat.. Maka kerja tabligh juga hendaklah diakhiri dengan istighfar karena kita sebagai hamba tentunya tidak dapat menunaikan hak-hak kerja Allah ini dengan sempurna. Dan karena kesibukan dengan kerja ini tentunya banyak hak kerja lain yang tidak dapat kita tunaikan. Maka untuk menggantikan semua kekurangan itu, hendaklah diakhiri dengan istighfar setelah melakukan amalan baik.”
Pada suatu hari, setelah shalat subuh, banyak karkun lama berkumpul untuk khuruj di Masjid Nizamuddin. Mailana Ilyas rah a. sangat lemah dan terbaring karena sakit. Beliau tidak dapat berbicara, maka dengan berbisik kepada khadam khususnya, beliau telah menyampaikan bayan hidayah kepada mereka, “Perjuangan dan usaha kamu ini akan menjadi sia-sia jika tidak dijalin dengan ilmu dan dzikir. Bahkan akan menjadi sesuatu yang sangat mudharat. Jika tidak disertai dua perkara ini, usaha ini akan membuka pintu fitnah dan pintu kegelapan yang baru. Tanpa ILMU, Iman dan Islam hanya sekedar adat dan nama saja. Ilmu tanpa DZIKIR hanyalah Dzulumat (kegelapan). Banyak dzikir tanpa ILMU adalah bahaya.
Nur ILMU akan datang melalui Nur Dzikrullah. Dan Dzikrullah tanpa ILMU, tidak akan mencapai natijah yang hakiki. Bahkan ahli sufi (Dzakiriin) yang jahil dijadikan syaithan sebagai alatnya. Untuk itu ilmu dan dzikir sangat penting untuk menjalankan usaha dakwah ini, tidak diabaikan dan harus diberi perhatian khusus. Jika tidak, kerja tabligh hanyalah satu pengembaraan saja dan kalian akan mengalami kerugian besar. Semoga Allah melindungi kita.”
Maksud nasihat Maulana Ilyas rah a. agar karkun tidak menganggap hanya usaha, susah payah, safar, dan hijrah serta pengorbanan dan berkorban untuk orang lain sebagai kerja yang asal, seperti yang banyak dipahami secara umum sekarang ini. Hendaklah ingat bahwa bersungguh-sungguh menjalankan taklim wa ta’allum dan dzikrullah – menghubungkan diri dengan Allah- harus dijadikan sifat asli dalam diri kita dan kewajiban kita yang terpenting. Dengan kata lain, bukan saja menjadi tentara agama atau mubaligh tetapi juga menjadi penuntut ilmu agama dan hamba yang senantiasa mengingati Allah SWT.
Saat terakhir saya berada di sana pada pertengahan bulan Juni, Maulana Ilyas rah telah mengucapkan sebuah syair,
“Hidupku akan sebentar lagi berakhir, kasih! Marilah kita hidup bersama untuk beberapa hari. Jika kamu dating setelah daku meninggal, kamu akan gagal dan menyesal.”
Saya sangat terkesan mendengar ucapannya sehingga berlinangan air mata tanpa disadari. Kemudian beliau berkata, “Apakah kamu ingat janjimu?” Saya pernah berjanji untuk melapangkan masa dalam tabligh. Saya menjawab, “Ya saya masih ingat, tetapi sekarang cuaca di Delhi sangat panas. Di bulan Ramadhan ada tartil. Saya akan beri masa selepas Ramadhan.” Beliau menjawab, “Kamu sebut mengenai Ramadhan sedangkan bulan Sya’ban pun saya belum tentu ada harapan.”
(Sepuluh hari sebelum bulan Sya’ban, pada waktu subuh 21 Rajab 1363H/1944M. Beliau kembali kepada Khaliqnya)
Saya berkaya, “Baiklah sekarang juga saya memberi masa untuk Tabligh. Janganlah Maulana susah hati”. Mendengar jawaban saya, berseri-seri wajah beliau lalu memeluk leher saya, mencium kening saya dan memeluk saya dengan dadanya sambil berdoa untuk saya. Kemudian beliau berkata, “Kamu telah mendekati saya. Banyak ulama yang ingin memahami maksud saya tetapi dari jauh.” Kemudian beliau menyebut nama seorang ulama besar dan berkata, “Beliau selalu ikuti kerja dakwah ini. Tetapi jika kamu bertanya, maka saya akan menjawab: Dia belum faham apa yang saya inginkan karena dia menghubungi saya melalui wakil. Bagaimana saya boleh memahamkannya jika wakil itu pun tidak faham. Oleh karena itu saya ingin kamu ikut bersama saya beberapa hari supaya kamu dapat memahami keinginan dan maksud saya. Ia tidak dapat difahami dari jauh. Saya tahu kamu telah ambil bagian dalam dakwah ini memberi taqrir di majelis-majelis dan pendengar mendapat banyak faedah darinya, tetapi bukan dakwah seperti itu yang saya kehendaki.”


ULASAN KAMI:

Satu lagi bukti kukuh yang menunjukkan method (kaedah) dakwah jemaah tabligh bukan berdasarkan sunnah Nabi tetapi hasil CIPTAAN yang beliau perolehi dari mimpi.
Dalam suatu mudzakarah beliau berkata, “Sebuah hadits menyatakan Addunya sijnul mu’min wa jannatul kaafir Dunia adalah penjara bagi orang Mukmin dan surga bagi orang kafir”
Maksudnya ialah kita dihantar ke dunia bukan untuk hidup mengikuti kehendak dan keinginan nafsu dan syahwat kita, menjadikan dunia ini surga. Bahkan kita dihantar ke dunia ini untuk melawan hawa nafsu dan mentaati hukum-hukum Allah SWT dimana dunia adalah penjara bagi orang Mukmin. Jika kita hidup mengikuti hawa nafsu seperti orang kafir berarti kita telah menjadikan dunia ini sebagai surga, justru kita telah mengambil hak orang kafir dan dalam keadaan ini nushrah Allah tidak akan bersama orang yang mengambil hak, malah pertolongan Allah akan bersama orang-orang yang diambil haknya.”
Kemudian beliau berkata, “Fikirkanlah perkara ini!”
Beliau berkata, Melihat keberkatan kerja tabligh ini, orang-orang menyangka bahwa kerja sedang berjalan. Padahal, kerja dakwah adalah sesuatu yang lain dan keberkatan adalah sesuatu yang lain pula.
Lihatlah ketika lahir Rasulullah saw, keberkatan telah didzahirkan sedangkan Dakwahnya bermula setelah beberapa tahun kemudian. Maka hendaklah kita fahami. Saya berkata benar bahwa kerja dakwah yang asli belum bermula lagi. Apabila kerja dakwah ini telah bermula maka keadaan muslimin akan kembali seperti keadaannya ketika 700 tahun yang silam. Apabila kerja dakwah yang sebenar tidak bermula maka berlaku keadaan seperti sekarang ini. Ramai orang menganggap bahwa dakwah kita hanyalah seperti pergerakan-pergerakan lain dan ramai karkun yang hilang tujuan. Fitnah yang sepatutnya datang selepas masa beratus tahun, akan datang dalam beberapa tahun. Maka sangat penting perkara ini difikirkan.”
Pada suatu haru, sebelum shalat Jumat, saya telah berkhutbah di Masjid Assembly di Delhi atas kehendak Maulana. Setelah shalat Jumat saya tidak pulang ke Nizamuddin tetapi bermalam di tempat seorang saudara. Esoknya di Nizamuddin saya beri alasan, “Atas permintaan saudara saya, saya terpaksa bermalam di Delhi.” Beliau berkata, “Maulana tidak perlu beri alasan, karkun memang begitu. Jangan bimbang. Ada beri bayan di Masjid Assembly?” Saya jawab, “Ya, ada.” Beliau gembira dan berkata, “Lihatlah, mereka tidak mengundang kita atas alasan tidak ada waktu dan sibuk dengan dunia. Maka kita perlu pergi kepada mereka untuk bertabligh.” Beliau bertanya, “Apakah yang kamu bayankan?” Saya beritahu, “Saya bayan mengenai ayat, Inna fii khalqis samaawaati wal ‘ardhi wakh tilaafil laili wannahaari la ayaati liulil albaab. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pertukaran malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang berakal. (Ali Imran (3) : 190)
Ayat ini menjelaskan bahwa orang yang berakal ialah mereka yang berfikir mengenai alam ini, mengenali serta senantiasa mengingati Sang Penciptanya, bukan mereka yang terperdaya dengan benda di antara bumi dan langit dan tidak mengenali Rabb nya. Kemudian saya terangkan kepentingan dan hakikat dzikrullah, setelah itu kepentingan tabligh. Beliau berkata, “Perkara itu terlalu tinggi, tidak sesuai dengan majlis itu. Bayan kamu itu sesuai dalam majelis di sini. Yang sesuai di sana ialah ayat ini, wal ladziinajtanabuuth thaaquuta aiya’buduuhaa wa anaabuu ilallahi lahumul busyra fabasysyir ‘ibaad.“Dan orang-orang yang menjauhi thaqut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah bagi mereka kabar gembira, maka hendaknya beri kabar gembira kepada hamba-hamba Allah.” (Az Zumar (39) : 17)
Kemudian beliau berkata, “Majelis di situ masih rendah derajatnya dan ucapan yang sesuai disana ialah, Hadahumullah (Semoga Allah memberi hidayah kepada mereka).” Saya menjawab, “Ya, benar. Bila datang lagi saya akan sampaikan ayat ini di sana.”
Dalam suatu majelis beliau berkata, “Maksud asal kerja Tabligh kami ialah memalingkan keyakinan manusia dari thaqut dan kembali kepada Allah. Perkara ini tidak dapat dicapai kecuali dengan pengorbanan. Dalam agama ada pengorbanan diri dan pengorbanan harta. Pengorbanan diri adalah keluar meninggalkan kampung halaman karena Allah untuk menyebarkan kalimah Allah dan agama. Pengorbanan harta ialah menanggung sendiri perbelanjaan sewaktu keluar di jalan Allah. Jika diri sendiri ada halangan untuk keluar maka beri semangat dan galakan kepada orang lain agar keluar bertabligh. Dikatakan bahwa, Addaalu ‘alal khairi kafaa’ilihi Orang yang menunkukkan kepada kebaikan akan mendapat pahala seperti orang yang membuat kebaikan itu.
Sebanyak mana kita usaha agar orang lain keluar bertabligh maka sebanyak itu kita akan mendapat pahalanya. Apabila kita membantu dengan harta maka kita akan mendapat pula pahala pengorbanan harta. Kemudian kita anggaplah orang yang keluar itu telah berbuat kebaikan kepada kita karena ia telah membantu melaksanakan kewajiban kita yang terhalang. Begitulah agama, orang yang tertinggal dan uzur, menganggap orang yang berjuang itu telah berbuat kebaikan kepadanya.”



5 comments:

  1. ADAKAH DEOBAND WAHABBI ?
    Oleh:- Ustaz Rasyiq Alwi

    Darul Ulum Deobandi Di Tanah India Itu Merupakan Pusat Ilmu Yang Mempunyai Pemikiran Yang Tersendiri. Kalau Di Malaysia Mereka Yang Pernah Belajar Di Sana Biasanya Digelar Maulana Itu Dan Ini. [Foto - Maulana Peer Zulfiqar Ahmad An-Naqshabandi Al-Deobandi]

    Pada Pengamatan Saya Yang Pernah Ke Tanah India Dan Pakistan Sejak Berumur 12 Tahun Dan Kemudian Berkenalan Dengan Tokoh-Tokoh Dari Deobandi Dan Pembacaan Saya Berkaitan Mereka, Maka Saya Menyatakan Deobandi Itu Bukanlah Wahhabi Bahkan Mereka Lebih Menolak Wahabbi Dan Berakidah Allah Wujud Tanpa Bertempat Dan Menafikan Sifat Duduk Bagi Allah.

    Deobandi Juga Jelas Menyebut Mereka Mempertahankan Akidah Al-Asya'irah Dan Juga Al-Maturidiyyah Bahkan Terdapat Banyak Kenyataan Yang Jelas Dari Ulama Deobandi Tulen, Yang Betul-Betul Faham Tentang Ahli Sunnah Wal Jama'ah Dengan Rasminya Menyatakan Dari Segi Akidah Mereka Mengikut Al-Asya'irah Dan Al-Maturidiyyah Seperti Dalam Kenyataan Rasmi Deobandi Pada Tahun 1325h Lagi. Pada Edaran Teks Tersebut, Deobandi Juga Menolak Muhammad Bin Abdul Wahhab Dan Gerakan Wahabbi Serta Ulamak-Ulamak Deobandi Menyifatkan Wahabbiyyah Sebagai Khawarij Yang Sesat.

    Ulama-Ulama Deobandi Juga Menyambut Maulidur Rasul, Mengikut Mazhab, Bertareqat, Ziarah Kubur, Bertabarruk Bertawassul Dengan Yang Telah Mati Bahkan Ulama-Ulama Deobandi Menyatakan Jika Seseorang Itu Bersusah Susah Bermusafir (Syaddur Rihal) Ke Maqam Nabi Solallahu^Alaihi Wassallam, Maka Itu Adalah Suatu Bentuk Ibadah Yang Mendekatkan Diri Kepada Allah.

    Yang Jelas Deobandi Bukan Wahabbi Dan Mereka Yang Dikira Ulama-Ulama Deoband Yang Rasmi Dan Yang Asal Mereka Adalah Ahli Sunnah Wal Jama'ah Walaupun Ada Sebahagian Kecil Anak-Anak Murid Darul Ulum Yang Mirip Dan Pro Wahhabi. Pihak Deobandi Secara Rasmi Telah Mentabri'kan Diri (Tolak) Mereka Dari Lepasan Deobandi Yang Terpengaruh Dengan Wahabbi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. kelakar sungguh artikel yg anda post di atas.kami berpendapat ini satu sumber yang tak beroutoriti kerna tidak disertakan bukti@fakta.

      kami bagi link deobandi sendiri dan fakta yang membuktikan mereka pro wahabi oleh ulama deobandi sendiri:

      http://askimam.org/fatwa/fatwa.php?askid=9e7baee625926461bfc6bc03d3bbb296

      dalam buku Muhannad ala Mufannad yg dikatakan buku jawapan kepada ulama ASWJ Mekkah dan Madinah pada soalan no 12 ulama deoband menipu ulama haramain dengan tidak menyokong muhamad abd wahab tapi dalam fatwa resmi bernombor 5177 tahun 2008 mereka menyanjung ulama wahabi..!!!

      kemufikan apakah ini???

      rujuk link ini: http://www.islamieducation.com/what-is-al-muhannad/




      Delete
  2. Tak habis cari kelemahan, kekurangan bila masa pulak kita semua nak muhasabah diri?

    ReplyDelete
    Replies
    1. teguran dlm blog ini adalah muhasabah untuk seluruh karkun tabligh...

      Delete
  3. alhamdulillah ade jugak yang nak muhasabah....ya betul karkun mesti istighfar...kerana org. beristighfar paling disukai Allah...marilah kita semua istighfar dan merenung dalam2 akan hakikat diri masing2 sebelum kita semua istighfar di padang mahsyar...saya menyeru kita semua tak kira tabligh ke..umno ke...pas ke...pendek kata seluruh umat Islam...bersama istighfar...insyaAllah Allah akan makmurkan orang Islam di seluruh alam...tuan saudara saya...kita semua bersaudara...apa kata kita semua hentikan berbalas2 hujjah...dah tak lama dah dunia ni...tanda2 kiamat makin hampir tak pun tanda2 kiamat kecil kita semua iaitu maut pun makin hampir...gigi makin lemah..uban mula nampak...badan makin lemah2...ingatan pun lemah..umur pun bertambah...kubur kata mari..rumah kata pergi...selalulah kita ziarah kubur ingat maut..macam Habib Umar tu...supaya kita sentiasa jabi org yang beringaat dan tunduk patuh kpd Allah...hilangkan rase bangga diri dan keakuan..sy lah betul org lain tak betul...sepatutnya sy lah yang salah...jadi takkan ade perbalahan...

    sekian Assalamualaikum...

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...